catatan penting dalam zakat


catatan penting zakat fitrah

Pertama, Hukum niat ketika Zakat

Ada dua pendapat ulama dalam hal ini:
a. Mayoritas ulama –bahkan hampir semua ulama, selaian al-Auza’i– berpendapat bahwa niat merupakan syarat sah zakat.
b. Imam al-Auza’i berpendapat bahwa zakat tidak wajib niat. Sehingga zakat seseorang bisa ditunaikan orang lain, meskipun muzakki (orang yang berzakat) sendiri tidak tahu, sehingga dia tidak meniatkannya sebagai zakat. Alasannya karena zakat itu seperti utang, sehingga ketika membayarkannya tidak wajib diniatkan sebagai zakat, sebagaimana ketika seseorang melunasi utangnya.
An-Nawawi mengatakan:
لا يصح أداء الزكاة إلا بالنية في الجملة وهذا لا خلاف فيه عندنا، وإنما الخلاف في صفة النية وتفريعها، وبوجوبها قال مالك وأبو حنيفة والثوري وأحمد وأبو ثور وداود وجماهير العلماء، وشذ عنهم الأوزاعي فقال لا تجب ويصح أداؤها بلا نية كأداء الديون
“Tidak sah menunaikan zakat kecuali disertai niat secara umum. Tidak ada perbedaan dalam masalah ini dalam madzhab kami (Syafi’i). Perbedaan hanya terjadi pada cara niat dan merinci niat. Ulama yang berpendapat wajibnya niat adalah Imam Abu hanifah, Imam Malik, ats-Tsauri, Imam Ahmad, Abu Tsaur, Daud Zahiri, dan mayoritas ulama. Yang menyimpang dari pendapat mereka adalah Imam al-Auzai, beliau berpendapat, Tidak wajib niat, dan sah menunaikan zakat tanpa disertai niat, sebagaimana seseorang menunaikan utang.” (al-Majmu’, 6:180).
Pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat mayoritas ulama, dengan beberapa alasan:
a. Keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إنما الأعمال بالنيات
Sesungguhnya amal itu dinilai karena niat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sementara menunaikan zakat termasuk amal.
b. Menunaikan zakat termasuk ibadah, karena itu kita kenal ada zakat wajib dan zakat sunah (sedekah). Dan semua bentuk ibadah butuh niat. Karena itu zakat berbeda dengan utang. Zakat itu ibadah, sehingga butuh niat, sementara utang bukan ibadah, sehingga tidak butuh niat.  (simak keterangan Ibnu Qudamah di al-Mughni, 2:502)
Untuk membantu memudahkan pemahaman, mari kita simak ilustrasi berikut:
Si A punya utang 10 jt kepada si B. Setelah jatuh tempo, si A minggat, menghilang tanpa info dengan meninggalkan motornya. Karena merasa punya hak, si B mengambil motor itu sebagai pelunasan utang A, yang ternyata nilainya juga 10 jt.
Meskipun si A sama sekali tidak tahu-menahu tentang penyitaan yang dilakukan si B, namun secara hukum utang si A  telah dianggap lunas.
Berdasarkan pendapat mayoritas ulama, kasus semacam ini tidak bisa diterapkan untuk zakat. Panitia zakat masjid tertentu yang mengambil harta si A tanpa sepengetahuannya, atas dasar menyita harta zakat, tidak bisa dinilai sebagai zakat. Karena dalam kasus ini, si A tidak meniatkannya sebagai zakat, disamping takmir masjid juga tidak berhak melakukan tindakan semacam ini.

Kedua, kapan mulai berniat.

Kapan seseorang mulai menghadirkan perasaan bahwa harta yang dia tunaikan statusnya adalah zakat?
Seseorang bisa menghadirkan niat itu, bersamaan dengan dia membayarkan zakat kepada fakir miskin atau panitia pengumpul zakat, bisa juga dia hadirkan niat beberapa saat sebelum dia menunaikan zakat.
Ibnu Qudamah mengatakan:
ويجوز تقديم النية على الأداء بالزمن اليسير كسائر العبادات
“Boleh mendahulukan niat beberapa saat sebelum menunaikan zakat, sebagaimana umumnya ibadah.” (al-Mughni, 2:502)

Ketiga, Telat niat

Ketika ada orang yang menunaikan hartanya tanpa diiringi keinginan untuk membayar zakat, kemudian setelah diserahkan dia baru sadar. Bolehkah harta yang telah dia bayarkan diniatkan sebagai zakat?
Pertanyaan ini pernah disampaikan kepada Lembaga Fatwa Syabakah Islamiyah, di bawah bimbingan Dr. Abdullah al-Faqih, jawaban yang diberikan:
فلا يجوز لك أن تحسب هذا المال الذي وزعته زائدا على ما أعطاك الموكل من زكاة مالك، وذلك لأنك لم تنو عند دفعه للفقير أنه من الزكاة، والنية شرط في إجزاء الزكاة لقوله صلى الله عليه وسلم: إنما الأعمال بالنيات
Anda tidak boleh menjadikan harta yang sudah Anda bagikan yang melebihi dari apa yang Anda berikan itu sebagai zakat harta Anda. Karena Anda belum berniat ketika menyerahkan harta itu kepada orang fakir, bahwa itu adalah zakat. Sementara niat merupakan syarat sah zakat, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya amal itu dinilai karena niat.”  (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 132705)

Keempat, membayarkan zakat harta anak kecil atau orang gila.

Pendapat yang kuat, bahwa kewajiban zakat itu ada pada harta bukan pada pemiliknya. Karena itu, ketika ada orang gila atau anak kecil yang kaya maka hartanya tetap wajib dizakati, meskipun mereka bukan termasuk mukallaf (orang yang mendapatkan beban syariat).
Lalu bagaimana cara meniatkan zakat untuk orang semacam ini?
Harta orang gila atau anak kecil, menjadi tanggung jawab walinya (orang yang mengurusi). Kewajiban orang yang mengurusi ini adalah memperhatikan keselamatan harta tersebut, termasuk menunaikan kewajibannya. Posisi wali dalam hal ini sebagaimana pemilik harta.
Keterangan Ibnu Qudamah ketika menjelaskan zakat untuk harta anak kecil atau orang gila:
الولي يخرجها عنهما من مالهما; لأنها زكاة واجبة, فوجب إخراجها, كزكاة البالغ العاقل, والولي يقوم مقامه في أداء ما عليه، ولأنها حق واجب على الصبي والمجنون، فكان على الولي أداؤه عنهما، كنفقة أقاربه وتعتبر نية الولي في الإخراج كما تعتبر النية من رب المال
Wali menunaikan zakat atas nama mereka dari harta mereka. Karena harta itu adalah zakat yang wajib. Wajib untuk ditunaikan, sebagaimana zakat dari orang baligh dan berakal. Posisi wali menggantikan posisi mereka dalam menunaikan apa yang menjadi kewajibannya. Karena zakat ini juga menjadi kewajiban bagi anak kecil maupun orang gila (yang kaya). Sehingga kewajiban wali adalah menunaikan zakat atas nama keduanya, sebagaimana kewajiban memberi nafkah kepada keluar orang gila. Dan niat wali dalam hal mengeluarkan zakat statusnya sebagaimana niat pemilik harta (al-Mughni, 2/488).
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)

aku rindu jilbab lebarmu..


Hari berbilang berganti bulan, bulan pun berbilang berganti tahun, masih ingatkah kau saudariku 12 tahun yang lalu saat kita masih berseragam putih abu-abu..?
Bersama kita susuri lorong-lorong sekolah dengan segenap semangat, senyum terkembang penuh simpati pada setiap orang…
Sapaan salam senantiasa terurai, jilbab tebal lebar terkibar, dan sesekali kita senantiasa merapikan saat angin bersegera menerpa tubuh kita, takut tersingkap lekuk tubuh yang memang sedikit Nampak karena seragam mengharuskan berikat pinggang.
Cukup dinding-dinding kelas dan mushalla menjadi saksi keteguhan kita dalam memperjuangkan jilbab syar’i bahkan ketika peraturan saat itu siswa perempuan harus menampakkan telinga dalam foto ijazahnya…
Tak mudah bagi kita memperjuangkannya saat itu, banyak jam pelajaran terbuang hanya gara-gara diinterogasi pihak sekolah karena tindakan “ngeyel” kita, bergantian dipanggil wakil kepala dan kepala sekolah. Padahal ujian akhir makin dekat
Tak jarang kita berjalan dari ujung kelas ke ujung kelas yang lain, bahkan dengan berurai air mata sekedar menyatukan dan meyakinkan para jilbaber untuk setia dengan jilbab menutup kepala saat berfoto. Meskipun orang lain banyak berbicara miring tentang kita, kita tetap dalam tujuan semula tetap teguh dalam prinsip.
Dua belas tahun bukan waktu yang sebentar memang, sekarang kita memang tidak bersama tapi aku yakin prinsip kita yang sama itu masih ada. Dan aku sangat yakin itu, aku sangat mengenal sosokmu…
Kita jarang bertemu, tak lagi satu halaqah dalam menuntut ilmu. Entah mengapa sekarang aku jarang melihat jilbab tebal nan lebar itu. Sehingga tak ada lagi beda antara dirimu dengan jilbaber gaul itu. Aku hanya bisa menerka sekiranya bertemu dan bisa bertegur sapa. Tak berhak sedikit pun aku mengatur visi misi hidup dirimu. Namun tak bisa membohongi diri ini, ada rasa sedih dan iba apakah gerangan yang telah terjadi dengan saudari seimanku yang dulu pernah duduk satu lingkaran untuk mengkaji ilmu?
Mungkin engkau akan berargumentasi toh jilbabku bukan nilaiku..!. Duhai ukhti yang aku cintai karena Allah, yang masih saja aku doakan dalam setiap doa rabithahku. Kembali dalam kemuliaan nilai-nilai Islam itu pasti lebih utama dan menenangkan, tak usahlah risau karena tak biasa di mata manusia, bukankah kita berharap menjadi luar biasa di Mata Allah dengan amalan terbaik kita?
Entahlah dunia memang makin berubah dan aku tak tahu apa yang telah mengubah pandanganmu itu, mungkin tuntutan profesi, mungkin tuntutan mode, tuntutan ekonomi, atau tuntutan suami?
Padahal telah jelas dan gamblang bagaimana ketentuan jilbab syar’i itu, Allah sendiri yang berfirman dalam QS Al Ahzab: 59:
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. ‘yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”  Dan juga dalam QS An Nuur 31 …”Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya…”
Perintah Allah itu jelas dan tak pernah berubah karena Al Quran itu sesuai dengan perkembangan zaman, meski zaman banyak berubah karena teknologi yang begitu pesat, namun bukan berarti kemudian Al Qur’an mengikuti zaman, tetapi zamanlah yang mengikuti Al Quran.
Perintah Allah begitu jelas tak perlu ditawar agar muslimah itu menutupkan kain kudung ke dada, dan tentunya arti dada di sini tidak serta merta hanya bagian dada tetapi area selingkaran dengan dada yaitu punggung lengan dan juga di bawahnya, karena perbuatan demikian lebih menutup aurat dan menjaga kemuliaan.
Lantas dengan jilbab yang tipis itu, aku juga semakin tak mengerti alas an apalagi, apakah karena di pasaran sudah tak ada lagi yang menjual kain tebal yang lebih menutup aurat, atau takut dikatakan jilbaber tapi tidak innovation, atau lagi-lagi masih saja menggunakan dalil cuaca di bumi makin panas, dan takut kegerahan dengan jilbab yang tebal. Padahal jika dinalar rumah yang kecil dengan rumah yang besar tentu akan terasa panas ketika kita berada dalam rumah yang kecil bukan? Ketika kita berjilbab masih merasa gerah mungkin ada yang tidak beres dengan model jilbab kita, seperti model rumah tadi. Mungkin terlalu ketat, atau ada ikatan-ikatan yang memang seharusnya tak perlu kita pasang sehingga malah membuat gerah.
Tak ada yang salah dengan syari’at Islam, kalaupun kita belum menemukan kebahagiaan dan ketenteraman sebagai umat muslim, mungkin kita belum sampai dalam ilmunya. Dan seharusnyalah kita menuntut ilmu Islam itu lebih keras lagi. Karena kita tahu Islam itu syammil mutakamil, Islam itu sempurna dan menyeluruh. Seluruh aturan hidup itu ada dalam Islam. Karena itu kita harus bahagia dan bangga sebagai umat Islam. Bentuk kebanggaan kita salah satunya adalah tidak malu menampakkan identitas kita sebagai muslimah. Tidak malu atau setengah-setengah dalam mengimani perintah dan mengenakan jilbab syar’i.
Muslimah harus cerdas, begitu juga dalam mengikuti perkembangan mode harus bisa menyiasati dan pandai memilah saat membeli pakaian pun dalam berbisnis pakaian muslimah. Saudariku bukankah telah sampai kepada kita kajian tentang syarat-syarat jilbab syar’i:
  1. Menutup seluruh badan selain bagian yang dikecualikan (muka dan telapak tangan)
  2. Tidak dijadikan perhiasan
  3. Jilbab itu harus tebal tidak tipis
  4. Jilbab harus longgar, tidak ketat
  5. Tidak dibubuhi parfum atau minyak wangi
  6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki
  7. Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir
  8. Tidak berupa pakaian Syuhrah(sensasi) baik itu terlalu mewah karena mahal ataupun terlalu murahan yang dipakai untuk menunjukkan sikap zuhud dan dilakukan atas dasar riya’
Tentu engkau masih ingat saudariku yang aku cintai karena Allah, sebuah hadits yang meriwayatkan “Pada akhir umatku nanti akan muncul para wanita yang berpakaian namun hakikatnya telanjang. Di atas kepala mereka terdapat sesuatu seperti punuk unta. Laknatlah mereka! Sesungguhnya mereka wanita-wanita terlaknat. Mereka tidak akan masuk syurga dan tidak akan mencium aromanya, padahal aroma syurga itu dapat tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian (HR Thabrani, dalam al-Mu’jamus Shaghiir (hlm.232), dari hadits ibnu ‘Amr, dengan sanad shahih). Dan juga kisah shahbiyyah bersegera memenuhi perintah Allah tentang berpakaian yang sesuai syari’at. Yaitu seperti wanita-wanita Anshar yang bersegera merobek gorden rumah mereka untuk dijadikan jilbab ketika ayat tentang hijab turun sehingga dikisahkan wanita-wanita Anshar keluar dan seakan-akan di atas kepala mereka bertengger burung gagak hitam karena pakaian yang mereka kenakan.
Saudariku masih ada lagi kisah yang menakjubkan dari kalangan shahabiyyah yang seharusnya kita jadikan teladan. Yaitu riwayat dari Ummu ‘Alqamah bin Abu ‘Alqamah, ia berkata: “Aku melihat Hafshah binti ‘Abdurrahman bin Abu Bakar menemui ‘Aisyah. Ketika itu, Hafshah sedang memakai khimar berbahan tipis sehingga keningnya terlihat. ‘Aisyah lantas merobek khimar itu, seraya berkata: “tahukah kamu apa yang Allah turunkan dalam surat An Nuur? Kemudian, ‘Aisyah minta diambilkan khimar (yang tebal), lalu ia memakaikannya kepada Hafshah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad (VIII/46), Ibnu Hibban mencantumkannya dalam ats Tsiqaat (V/466))
Saudariku aku berharap keprihatinan hati ini cukup sampai di sini dan takkan aku temui lagi keadaan yang membuat diri ini miris dan sedih. Saudariku memang seharusnyalah kita malu kepada Allah, banyak nikmat yang Dia beri kepada kita. Nikmat sehat, tubuh yang lengkap, dan segala kesempurnaan fisik sebagai perempuan, serta banyak nikmat lain yang takkan pernah habis bila kita menghitungnya. Namun kita sering malas bahkan mengulur waktu dan terus mencari alas an untuk tidak menjalankan perintahNya. Bukankah bentuk dari kesyukuran adalah ibadah dan menjalankan aturan Islam dengan paripurna? Mungkin kita akan mengatakan toh kita ini berproses? Namun proses harus mempunyai target yang jelas, karena kita tidak tahu sampai kapan jatah hidup kita di dunia.
Saudariku, tentu kita takut ketika rasa malu dalam diri kita dicabut karena apa dalam hadits dikatakan:”Sesungguhnya Allah SWT apabila hendak membinasakan seseorang, maka dicabutnya rasa malu dari orang itu. Bila sifat malu sudah dicabut darinya, maka ia akan mendapatinya dibenci orang, malah dianjurkan orang benci padanya. Jika ia telah dibenci orang, dicabutlah sifat amanah darinya. Jika sifat amanah telah dicabut darinya, kamu akan mendapatinya sebagai seorang pengkhianat. Jika telah menjadi pengkhianat, dicabutnya sifat kasih sayang. Jika telah hilang kasih sayangnya, maka jadilah ia seorang yang terkutuk. Jika ia telah menjadi orang terkutuk maka lepaslah tali Islam darinya.” (HR Ibnu Majah).
Istiqamah memang tak mudah apalagi tanpa didukung oleh lingkungan, teman-teman dan orang-orang terdekat dari kita. Namun bukan hal yang mustahil bagi kita untuk mengupayakan itu semua. Dengan upaya terus memupuk keimanan kita, senantiasa menuntut ilmu, dan bergaul dengan orang shalih dan shalihah. Yang tak kalah penting adalah Berdoa pada Allah semoga kita senantiasa tetap komitmen dalam jilbab yang syar’i.
Wallahu A’lam bishawwab

* semoga ini bagian dalam mengamalkan QS Al ‘Ashr (1-3)
“Demi masa. Sungguh manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”
Pustaka : Kriteria Busana Muslimah : Muhammad Nashiruddin Al Albani, Hikmah dari Hadits / Ayat harian(Merger Thread) – Page 41 forumm.wgaul.com › … › Agama dan Iman › Islam, Notes Ukhty Aku Rindu Jilbab Panjangmu: Anindya Sugiyarto,

Sumber:dakwatuna.com

apakah jilbabku syar'i?

 
Saudariku yang baik hati, yang cantik yang manis, kehadiran tulisan ini merupakan bentuk kepedulian kepada muslimat seluruh Nusantara, sebab roda era globalisasai tak terhenti sedangkan beribu rayuan model pakaian, jilbab bermunculan.
Subhanallah jilbab itu adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul. Jilbab itu ‘iffah (kemuliaan). Jilbab itu kesucian. Jilbab itu pelindung. Jilbab itu taqwa. Jilbab itu iman. Jilbab itu haya’ (rasa malu). Jilbab itu ghirah (perasaan cemburu). Tak kan ada rasa sesal maupun kecewa sedikit pun memakai jilbab ini. Kesetiaan pada jilbablah yang harus dilekatkan di hati.
Allah berfirman:
‘’….. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam syurga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. (QS. An-Nisa ayat 13)
Wahai para muslimah jika kita mentaati perintah Allah dan rasul maka kelak akan mendapatkan syurga Allah SWT. Ayat di atas dikutip dari surah an-Nisa yang berarti wanita , perhatikanlah dalam al-Quran tertera surah wanita sedang surah lelaki tidak ada, ini bertanda bahwa wanita bisa mempunyai peran penting dalam menempuh kehidupan dan kemajuan Islam tetapi wanita bisa juga menjadi sumber fitnah terbesar jika tidak mentaati kaidah-kaidah Allah dan Rasul-Nya.
Hijab dan Jilbab adalah masalah Fiqih (Syari’ah),  Keempat Mazhab yang terkenal seperti Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali dan semua ahli Fiqih dan Syariat Islam sependapat bahwa aurat perempuan adalah semua badannya kecuali Muka dan Telapak tangan.
Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak-lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR Muslim).
Seorang muslimah akan selalu ingin menjadi tampil menarik di hadapan manusia akan tetapi penampilan yang paling menarik dari semua penampilan adalah penampilan yang sesuai syariat Allah sang pengasih dan penyayang hambanya dengan memerintahkan memakai jilbab sebagai penyempurna kewajiban sebagai seorang muslimah yang sudah baligh, hal ini adalah bentuk kasih sayang kepada hambanya khususnya wanita, yakinlah bahwa Allah mengatur semua ini hanya untuk kepada saudariku-saudariku.
Berikut ini adalah dalil-dalil tentang wajibnya memakai Hijab menurut Al-Qur’an dan Hadits dan penafsiran para Sahabat dan Fuqaha (Ahli Fiqih) Hukum Jilbab dan Hijab:
Dari Khalid bin Duraik: ‘’Aisyah RA, berkata: ‘’Suatu hari, asma binti abu bakar menemui Rasulullah SAW dengan menggunakan pakaian tipis, beliau berpaling darinya dan berkata: ‘’wahai asma’’ jika perempuan sudah mengalami haid, tidak boleh ada anggota tubuhnya yang terlihat kecuali ini dan ini, sambil menunjuk ke wajah dan kedua telapak tangan.’’ (HR. Abu Daud).
Aurat wanita yang tidak boleh terlihat di hadapan laki-laki lain (selain suami dan mahramnya) adalah seluruh anggota badannya kecuali wajah dan telapak tangan. Hal ini berdasarkan dalil hadits di atas dan ayat ayat berikut.
1. Al-Qur’an surah An-Nur ayat 31, “Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumurnya (Indonesia: hijab) ke dadanya….” Ayat ini menegaskan empat hal:
a. Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah.
b. Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.
c. Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak.
Para ulama mengatakan bahwa ayat ini juga menunjukkan akan haramnya menampakkan anggota badan tempat perhiasan tersebut. Sebab, jika perhiasannya saja dilarang untuk ditampakkan apalagi tempat perhiasan itu berada. Menurut Ibnu Umar RA yang biasa nampak adalah wajah dan telapak tangan.
d. Perintah untuk menutupkan khumur ke dada. Khumur adalah bentuk jamak dari khimar yang berarti kain penutup kepala. Atau, dalam bahasa kita disebut hujab. Ini menunjukkan bahwa kepala dan dada adalah juga termasuk aurat yang harus ditutup. Berarti tidak cukup hanya dengan menutupkan hijab pada kepala saja dan ujungnya diikatkan ke belakang. Tetapi, ujung jilbab tersebut harus dibiarkan terjuntai menutupi dada.

2. Hadits riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata, “Hai Asma, sesungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haid (akil balig) maka tidak ada yang layak terlihat kecuali ini,” sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan. (HR Abu Daud dan Baihaqi).
Hadits ini menunjukkan dua hal:
1.  Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.
2. Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat. Dari kedua dalil di atas, jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut pula kita memahami bahwa menutup aurat adalah wajib. Berarti jika dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan menuai dosa. Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat shalat saja atau ketika hadir di pengajian, namun juga pada semua tempat yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya.
Pembaca yang budiman, jika memperhatikan realita arus kehidupan dunia yang penuh dengan godaan, terkadang saudariku merasa malu menggunakan pakaian muslimah, dengan beberapa alasan:
1.      Malu, terkadang ada muslimah yang sudah paham tentang arti dan kewajiban memakai jilbab syar’i tetapi masih dihantui perasaan malu terhadap teman, keluarga dan lingkungan. Pesan untuk saudari-saudariku yang cantik harapan umat” jangan malu dalam menjalankan Syariat Islam sebab itulah jalan yang lurus tapi malulah jika tidak taat kepada syariat Allah”
2.      Takut dicap teroris, seiring perputaran kehidupan yang canggih anak manusia maju memasuki era globalisasi maka kebanyakan perbuat-perbuat teror yang dilakukan oleh oknum dan salah dalam mengartikan jihad sehingga pada akhirnya setiap ada teror terbukti atau tidak biasanya dituduhkan kepada muslin/muslimat, sehingga terkadang ada ibu rumah tangga yang melarang anaknya untuk memakai jilbab syar’i. “Pesan, tidak usah takut dicap teroris sebab Allah bersama kita’’ kalaupun polri atau Amerika sekalipun menuduh kita yang tidak-tidak lalu kemudian diadili maka engkau mati syahid sebab mempertahankan keimanan dan difitnah.
Setelah membahas beberapa dalil di atas telah jelas bahwa dalam berpakaian saat ini ada beberapa kriteria atau syarat. Syarat-syarat pakaian penutup aurat wanita pada dasarnya seluruh bahan, model, dan bentuk pakaian boleh dipakai, asalkan memenuhi syarat-syarat berikut.
1. Menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
2. Tidak tipis dan transparan. (Sesuai hadits di atas)
3. Longgar dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk dan bentuk tubuh (tidak ketat).
4. Bukan pakaian laki-laki atau menyerupai pakaian laki-laki.
Teruntuk saudari-saudariku yang cantik, yang peduli pada diri sendiri atas kehidupan akhirat pakailah pakaian yang sesuai syariat Allah, insya Allah engkau bahagia dunia dan akhirat sebab hati ini akan tenteram jika melaksanakan syariat Islam. Jika memakai pakaian yang tidak sesuai syariat saya yakin bahwa sebenarnya dalam hati kecil kita berkata sebenarnya aku suka berpakaian syariat tapi pikiran dan hawa nafsu ingin berpakaian yang tidak sesuai syariat Allah.
Pakaian muslimah sekarang kebanyakan membungkus bukan menutup, perbedaan membungkus dan menutup, contoh menutup itu berpakaian tapi lekuk-lekuk masih sangat terlihat, transparan, akibat pakaian kekecilan dan ketat dikategorikan membungkus. Sedangkan menutup, berpakaian dengan baik rapi tanpa tidak menampakkan model-model lekuk-lekuk tubuh alias tidak ketat.
Teringat salah satu artikel ww.arrahmah.com berikut bunyinya:
Renungan buat Muslimah yang belum ingin menutup auratnya dengan Hijab
Beralasan belum siap berjilbab karena yang penting hatinya dulu diperbaiki?
Kami jawab, ”Hati juga mesti baik. Lahiriyah pun demikian. Karena iman itu mencakup amalan hati, perkataan dan perbuatan. Hanya pemahaman keliru yang menganggap iman itu cukup dengan amalan hati ditambah perkataan lisan tanpa mesti ditambah amalan lahiriyah. Iman butuh realisasi dalam tindakan dan amalan”
Beralasan belum siap berjilbab karena mengenakannya begitu gerah dan panas?
Kami jawab, ”Lebih mending mana, panas di dunia karena melakukan ketaatan ataukah panas di neraka karena durhaka?” Coba direnungkan!
Beralasan lagi karena saat ini belum siap berjilbab?
Kami jawab, ”Jika tidak sekarang, lalu kapan lagi? Apa tahun depan? Apa dua tahun lagi? Apa jika sudah keriput dan rambut ubanan? Inilah was-was dari setan supaya kita menunda amalan baik. Mengapa mesti menunda berhijab? Dan kita tidak tahu besok kita masih di dunia ini ataukah sudah di alam barzakh, bahkan kita tidak tahu keadaan kita sejam atau semenit mendatang. So … jangan menunda-nunda beramal baik. Jangan menunda-nunda untuk berjilbab.”
Perkataan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berikut seharusnya menjadi renungan:
“Jika engkau berada di waktu sore, maka janganlah menunggu pagi. Jika engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu waktu sore. Manfaatkanlah masa sehatmu sebelum datang sakitmu dan manfaatkanlah hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari no. 6416). Hadits ini menunjukkan dorongan untuk menjadikan kematian seperti berada di hadapan kita sehingga bayangan tersebut menjadikan kita bersiap-siap dengan amalan shalih.
Subhanallah…
Masihkah kamu ragu wahai Ukhti fillah untuk menutup kemolekan tubuhmu dengan hijab? masihkah?  Ingatlah, sesungguhnya api neraka akan membakar tubuh yang kau sajikan untuk lelaki hidung belang, kau bisa beralasan ini dan itu, Demi Allah, sesungguhnya, kita tak akan mampu menebak kapan nyawa ini akan diambil oleh Malaikat Maut! Innalillahi waa inna ialaihi rojiun. Demikianlah artikel yang sempat saya kutip.
Jadi, terus terang saja mata ini sudah sering kali dibelokkan oleh syetan, sebab di manapun saya berada baik di luar Negeri ataupun dalam Negeri begitu banyak wanita muslimah yang tidak menyadari hal ini. Lelaki hidung belang seenaknya menyajikan pesona yang tak pantas.
Saudariku yang muslimah, yakinlah bahwa syariat mengatur kehidupan kita, itu semua teruntuk kebaikan dan kemashlahatan dunia dan akhirat, tidak akan ngaruh kekokohan Allah sebagai Tuhan, jika saudariku berhijab syar’i atau tidak, hasilnya akan kembali kepada diri pribadi kita masing-masing. Mohon maaf dengan sebesar-besarnya jika bahasa-bahasa yang digunakan terlalu over sebab ini semua agar mudah dipahami tak ada niat kecuali saling mengingatkan, wallahu a’lamu bishowab.

Sumber:dakwatuna.com

Haruskah Muslimah Memakai Hitam-Hitam Menyeramkan?

 
tentang pakaian syuhroh Ibnul Atsir -sebagaimana yang dikutip oleh asy Syaukani dalam Nailul Author juz 2 hal 470- mengatakan,
الشهرة ظهور الشيء ، والمراد أن ثوبه يشتهر بين الناس لمخالفة لونه لألوان ثيابهم فيرفع الناس إليه أبصارهم ويختال عليهم والتكبر
Syuhroh adalah sesuatu yang menonjol. Yang dimaksud dengan pakaian syuhroh adalah pakaian yang menyebabkan pemakai menjadi kondang di tengah-tengah masyarakat disebabkan warna pakaiannya menyelisihi warna pakaian yang umum dipakai masyarakat. Akhirnya banyak orang menatap tajam orang yang memakai pakaian tersebut dan pemakainya sendiri lalu merasa dan bersikap sombong terhadap orang lain”.
Dalam kutipan di atas terdapat indikator pakaian syuhroh yaitu banyak orang menatap tajam orang yang memakainya. Hal ini menunjukkan bahwa jika suatu jenis pakaian itu kurang umum atau kurang familiar , alias kurang memasyarakat di suatu daerah namun orang-orang di daerah tersebut menganggapnya wajar sehingga tidak ada sorotan mata yang tajam ditujukan kepada orang tersebut maka pakaian itu bukanlah pakaian syuhroh yang tercela.
Dalam kutipan di atas juga disampaikan dampak buruk dari pakaian syuhroh yaitu menimbulkan perasaan dan sikap sombong orang yang mengenakan terhadap orang-orang di sekelilingnya.
Perkataan Ibnul Atsir di atas jelas menunjukkan adanya pakaian syuhroh yang tercela gara-gara masalah warna pakaian. Warna pakaian yang nyleneh dengan umumnya warna pakaian di suatu masyarakat dinilai oleh Ibnul Atsir sebagai pakaian syuhroh yang tercela.

Lantas bagaimana dengan warna hitam yang suka dipakai oleh sebagian muslimah di negeri kita, apakah tergolong termasuk pakaian syuhroh yang tercela?
Jawaban masalah ini bisa kita jumpai rubrik tanya jawab Majalah As-Sunnah Solo tepatnya pada edisi 5 tahun XIII Sya’ban 1430 atau Agustus 2009 pada halaman kelima dengan judul “Soal Warna Baju”.
Redaksi Majalah As Sunnah mendapatkan pertanyaan sebagai berikut, “Ana mau menanyakan apa hukum berpakaian bagi seorang muslimah dengan warna pakaian terang. Apakah ada hadits yang menyatakan berpakaian warna gelap disunahkan? Terkait di Indonesia misalnya, yang sudah menjadi hal umum berpakaian berpakaian warna terang. Apakah bisa dijadikan dalil pemborehan yang berbeda dengan muslimah di negara-negara Arab? Mohon penjelasannya. Jazakumullahu khair” Amri, Samarinda +62852483xxxxx

Berikut ini jawaban redaksi majalah As Sunah atas pertanyaan di atas, “Seorang wanita muslimah boleh memakai pakaian berwarna terang selama tidak menimbulkan fitnah (baca: godaan terhadap lawan jenis, ed) berdasarkan beberapa riwayat dari para wanita salaf [riwayat-riwayat ini bisa dilihat di dalam kitab Jilbab Mar’atil Muslimah, hlm 121-124; karya Syaikh al Albani].
Namun sepantasnya meninggalkan pakaian berwarna terang yang menarik perhatian atau berwarna-warni yang menarik hati laki-laki. Karena tujuan perintah berjilbab adalah untuk menutupi perhiasan. Kalau jilbab/pakaian itu sendiri dihiasi dengan renda, bros, aksesori, warna-warni yang menarik pandangan orang maka ini bertentangan dengan firman Allah azza wa jalla,
ولا يبدين زينتهن
Dan janganlah para wanita mukminah itu menampakkan perhiasan mereka” (QS an Nur/24:31).
Ummu Salamah-radhiyallahu ‘anha- berkata,
لما نزلت: يدنين عليهن من جلابيبهن خرج نساء الأنصار كأن علي رؤوسهن الغربان من الأكسية
Ketika turun firman Allah (yang artinya), “Hendaknya mereka (wanita-wanita beriman) mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” (QS al Ahzab/33:59) wanita-wanita Anshar keluar seolah-olah pada kepala mereka terdapat burung-burung gagak karena warna (warna hitam-red) kain-kain (mereka). HR Abu Daud no 4101; dishahihkan oleh Syaikh al Albani.
Hadits ini menunjukkan bahwa wanita-wanita anshar tersebut mengenakan jilbab-jilbab berwarna hitam.
Oleh karena itulah jika keluar rumah, hendaklah wanita memakai pakaian yang berwarna gelap, tidak menyala dan berwarna-warni agar tidak menarik pandangan orang. [Dan tidak harus berwarna hitam, apalagi di sebagian daerah yang masyarakatnya memandang warna hitam itu menyeramkan]. Wallahu a’lam”.
Demikian jawaban redaksi majalah As- Sunah namun sebagian kalimat yang ditebalkan itu berasal dari saya pribadi, bukan dari pihak redaksi.

Jadi di sebagian tempat warna pakaian hitam yang dikenakan oleh seorang muslimah itu bisa jadi menjadi pakaian syuhroh ketika warna hitam di daerah tersebut dinilai adalah warna yang “menyeramkan” sehingga dalam kondisi seperti ini sangat tidak dianjurkan untuk memakai warna hitam.
Artikel www.ustadzaris.com

pakaian syar'i tidak harus jubah

 
 
Sebagian muslimah multazimah (yang komitmen dengan berbagai aturan syariat) beranggapan bahwa pakaian muslimah yang syar’i harus berupa memakai jubah, gamis panjang atau terusan. Akhirnya mereka beranggapan bahwa muslimah yang memakai pakaian potongan (ada atasan dan ada bawahan) bukanlah muslimah yang mengenakan pakaian yang syar’i. Di samping itu muncul anggapan bahwa itu adalah gaya berpakaian ala haroki atau hizbi. Padahal jika kita tahu bahwa model pakaian muslimah semacam itu adalah model pakaian yang masih diperkenankan oleh syariat tentu tidak sepantasnya kita memiliki anggapan-anggapan semisal di atas.
Kita semua memiliki kewajiban untuk berilmu sebelum beramal dan berucap. Berikut ini kami bawakan fatwa ulama ahli sunnah dalam masalah ini. Setelah mentelaahnya, kita akan mengetahui komentar apa yang tepat untuk model pakaian muslimah di atas.
السؤال الخامس من الفتوى رقم ( 7791 )
س5: ما هي شروط الحجاب، أيجب أن يكون الجلباب قطعة واحدة أم يمكن أن يكون قطعتين، وإذا فعل هذا أيكون بدعة أم لا؟ أفيدونا.
Pertanyaan kelima pada fatwa no 7791
Pertanyaan, “Apa saja syarat hijab (pakaian muslimah)? Apakah jilbab (pakaian muslimah) itu wajib terdiri dari satu potong kain ataukah diperbolehkan jika terdiri dari dua potong kain? Jika pakaian muslimah tersebut terdiri dari dua potong kain apakah itu bid’ah ataukah tidak? Beri kami jawaban”.
ج5: الحجاب سواء كان قطعة أو قطعتين فليس في ذلك بأس إذا حصل به الستر المطلوب المشروع. وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
Jawaban, “Tidaklah mengapa seandainya hijab (pakaian muslimah) itu terdiri dari satu potong kain ataukah dua potong asal pakaian tersebut menutupi aurat dengan baik sebagaimana yang dikehendaki oleh syariat”.
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
عضو … الرئيس
عبد الله بن غديان … عبد العزيز بن عبد الله بن باز
Fatwa ini ditandatangani oleh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz sebagai ketua Lajnah Daimah dan Abdullah bin Ghadayan sebagai anggota.
Fatwa Lajnah Daimah ini terdapat dalam buku Fatawa Lajnah Daimah tepatnya pada jilid 17 halaman 177

sumber;ustadzaris.com

salat memakai mokena/pakaian berwarna-warni

1343284742709663950
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ustadz, bagaimana hukumnya shalat berjamaah mengenakan pakaian (bagi laki-laki) atau mukena (bagi wanita) yang bermotif, misalnya batik, garis-garis, kotak-kotak, polkadot, atau bunga-bunga. Entah itu sebagian saja (misalnya di bagian bawah) ataupun kainnya memang full motif.

Mengingat saat ini banyak ditemui dalam shalat berjamaah, seperti dalam shalat tarawih atau Ied –terutama di kalangan wanita- yang mengenakan mukena bermotif, demikian juga anak-anak perempuan, baik yang sudah tamyiz maupun balita, mereka juga memakai mukena-mukena seperti itu.
Sekiranya hal itu dilarang, apakah hukum menjual mukena seperti itu juga menjadi terlarang Ustadz?
Jazaakallahu khairan
Dari: Mila

Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh
Kita bisa memastikan, mukena model seperti ini pasti sangat mengundang perhatian orang. Apalagi jika warnanya cerah, atau warna-warni berkilau. Sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita untuk menghindari pakaian yang mengundang perhatian orang. Beliau bersabda:
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Siapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia, maka Allah akan memberinya pakaian hina pada hari kiamat.” (Ahmad, Abu Daud, Nasai dalam Sunan Al-Kubro, dan dihasankan Al-Arnauth).

Apa Itu Pakaian Syuhrah? 

As-Sarkhasi mengatakan:
والمراد أن لا يلبس نهاية ما يكون من الحسن والجودة في الثياب على وجه يشار إليه بالأصابع ، أو يلبس نهاية ما يكون من الثياب الخَلِقِ – القديم البالي – على وجه يشار إليه بالأصابع , فإن أحدهما يرجع إلى الإسراف والآخر يرجع إلى التقتير ، وخير الأمور أوسطها
“Maksud hadis, seseorang tidak boleh memakai pakaian yang sangat bagus dan indah, sampai mengundang perhatian banyak orang. Atau memakai pakaian yang sangat jelek –lusuh-, sampai mengundang perhatian banyak orang. Yang pertama, sebabnya karena berlebihan sementara yang kedua karena menunjukkan sikap terlalu pelit. Yang terbaik adalah pertengahan.” (al-Mabsuth, 30:268)
Kita bisa mengambil kesimpulan dari keterangan di atas, bahwa pakaian yang mengundang perhatian banyak orang termasuk jenis pakaian syuhrah. Karena itu, dikhawatirkan mereka yang memakai mukena warna-warni atau semacamnya, termasuk dalam ancaman hadis di atas.

sumber:konsultasisyariah.com

aku ingin menikah



Wahai Rabb semesta alam,
Ku ingin menikah atas perintahMu,
Sungguh ku sangat khawatir tak mampu menjalankan perintahMu
Tak berpijak nafsu atau kepentinganku, tapi tuk harap ridhaMu
Wahai Maha Penggerak hati,
Izinkanlah hati ini tunduk dalam biduk cinta keshalihan
Terpatri ikrar Ilahiyah dan tauhid
Jangan kau biarkan hatiku keras membatu karena nafsu
Terombang ambing atas cinta, harapan fana nan semu
Kini hatiku gelisah tak menentu ya Rabb
Air mata seolah tak terbendung karena khawatir akan fitnah
Takut akan kehancuran pribadiku karena godaan setan mengusik sepanjang waktu
Iman ini mulai rapuh dan ragu pada janjiMu
Ku sadari ya Rabb, saat ini pernikahan adalah ujian terbesarku
Orientasi dan kecintaan pada diriMu kini kau uji
Kau suguhkan harta, tahta, dan paras menarik semata
Ya Rabb lindungi dan mampukan diriku, untuk lolos ujianMu
Jangan gagalkan aku memperoleh ridhaMu ya Rabb
Kusadari begitu banyak pejuang yang gagal dalam ujian ini
Terbelenggu oleh duniawi dan kebahagiaan sesaat
Terjebak oleh nafsu dan romantika keruh
Melepaskan perjuangan hingga hilang hanyut dalam kenistaan cinta yang fana
Banyak cinta yang datang menghampiri dan aku resah ya Rabb
Ketika itu tak lahir dari syariatMu
Bukan dalam kerangka iman dan Islam
Bukan untukMu tapi hanya untukku
Ya Rabb, hanya padaMu aku berkesah
Karena hanya padaMu aku berlindung dan memohon
Tunjukilah jalan yang lurus dan benar ya Rabb
Jalan yang kau ridhai bukan jalan yang kau celakakan
Mampukan aku memenuhi perintahMu untuk menikah
Hindarkan dari kehancuran dan kehinaan
Kokohkan niat untuk melangkah dalam kesucian
Luluskan dalam menghadapi ujianMu…
Demi Allah aku menikah…
Laa illaha illallah Muhammadarrasulullah…

sumber:dakwatuna.com
Telegram-Button

buku tamu

hubungi kami

untuk servis maupun jasa pasang dapat menghubungi kontak

admin : fery sumanto

telp. : 0821-3566-2249
wa : 0821-3566-2249

Popular Posts

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.