Pendidikan mendidik

Sobat muda muslim, kalo kamu coba ngikutin perkembangan saat ini, ternyata masih banyak lho pendidikan yang justru nggak mendidik. Banyak faktor yang menjadikannya seperti itu. Mulai dari bahan bakunya, alias siswanya yang belajar. Banyak kok siswa yang belajar di sekolah sebenarnya mereka nggak siap dididik. Tetapi sebaliknya, siap kalo nggak dididik. Hehehe… buktinya, kalo sekolah seringnya bolos. Jika guru mata pelajaran tertentu nggak hadir, langsung nyanyi sorak-sorak bergembira. Merdeka! Ayo ngaku! Saya nggak nuduh, lho. Heheh.. kalem Bro.

Bro en Sis, emang sih nggak semua sekolah siswanya malas belajar. Tetapi jika mau disurvei serius, sepertinya nggak sedikit yang menjadikan sekolah sebagai ajang kebanggaan di luar prestasi akademik. Misalnya, sekolah cuma jadi ajang cari teman, bikin gank, adu pamer harta, termasuk di dalamnya menyalurkan hobi pacaran (Gila! Pacaran dibilang hobi, emangnya mancing!). Untuk siswa jenis begini, prestasi akademik bukan lagi persoalan yang kudu dikejar mati-matian. Dapet nilai minimal udah bisa lulus juga alhamdulillah kali. Sebab, belajar kan sekadar efek samping. Gubrak!

Saya sering merenung dalam diam, di sepinya malam, di temaram lampu kamar. Mikir. “Kenapa ya, banyak siswa yang nggak memanfaatkan kesempatan belajarnya dengan benar dan baik? Padahal di luar sana, banyak remaja dari kalangan tak berpunya berharap bisa belajar dan berprestasi.”



Tanggung jawab siapa?

Pekan kemarin gaulislam udah bahas tema tentang rencana setelah UN, mau ngapain. Bagi yang udah baca, kamu pasti sudah punya jawabannya kan ya. Nah, edisi pekan ke-184 ini, gaulislam kembali bahas tema yang hampir mirip, tetapi lebih fokus kepada sistem pendidikan dan outputnya. Ini perlu lho, sebab dari tahun ke tahun kita masih lemah dalam pendidikan karakter. Umumnya ada sekolah yang menghasilkan anak yang pinter dan berprestasi secara akademik, tetapi akhlaknya jelek bahkan kepribadiannya rusak. Emang sih, ada juga yang prestasi akademiknya oke banget, akhlaknya juga mantap. Tetapi sangat boleh jadi jumlahnya tak banyak. Malah yang lebih parah adalah udah mah nggak berprestasi secara akademik, eh ancur pula kepribadian dan akhlaknya. Rugi abis dah!

Sungguh prihatin boys and gals, jika kita menyaksikan maraknya seks bebas di kalangan pelajar, hobi main gim online para siswa SD hingga SMA. Miris banget. Gimana nanti jika mereka udah lulus?Apakah akan tetap berbuat seperti itu? Mungkin masih mending lulus, kalo nggak lulus gimana? Siapa yang salah? Rasa-rasanya pantas juga kalo siswa yang bersangkutan menanggung akibat dari perbuatannya.

Sssttt.. apakah ini mutlak siswa yang salah? Nggak juga sih. Bisa jadi ortunya di rumah nggak peduli (atau nggak tahu?) apa yang dilakukan anaknya di luar rumah. Tipe ortu yang kayak gini emang bikin repot. Aneh banget kalo sampe nggak tahu perkembangan anak, baik secara fisik maupun kejiwaan. Maka, bisa dipastikan ortu model gini ikut andil dalam kegagalan anak. Bukan nuduh, tapi fakta.

Lalu, bagaimana jika anak udah dipermak di rumah, ortunya ketat dan tegas membina anaknya, eh,sang anak ternyata malah nggak terkontrol pergaulannya di sekolah dan di luar sekolah (selain di rumahnya tentu). Berarti ada pihak yang ikut andil dan bertanggung jawab terhadap kondisi ini. Bisa pihak sekolah yang sekadar memberikan transfer ilmu saja. Tidak mendidik apalagi membina, tetapi membiarkan anak memperbaiki akhlaknya, yang penting ilmu pelajaran sudah ditransfer, Soal anak mau ngerti atau nggak peduli jin, eh, peduli setan! (sori ye, bahasanya rada-rada sarkastis gini).

Wah, wah, kalo pihak sekolah (khususnya para guru) berprinsip yang penting ngajar atau yang penting nyampein mata pelajaran per pekannya, maka bisa dipastikan lho kalo akhirnya pihak guru di sekolah juga ikutan nanggung risikonya karena secara tidak langsung (atau bahkan langsung?) membiarkan anak didiknya nggak memiliki karakter kepribadian yang kuat. Apalagi jika gurunya muslim dan mayoritas siswanya juga muslim.

Sedih banget deh kalo sampe kejadian kayak gini. Sebab, udah hilang rasa keinginan untuk mendidik dengan benar dan baik. Utamanya dalam memoles akhlakul karimah. Gimana pun juga, pembekalan agama jauh lebih penting untuk diberikan ketimbang pembekalan lainnya. Pinter harus, tetapi menjadi saleh itu wajib. Cerdas kudu, faqih fiddin (paham dan menguasa ilmu seputar agama) lebih wajib.

Bro en Sis, jika ditimpakan semua beban kepada pihak sekolah, tentu berat juga dong. Tetapi kita berbagi tanggung jawab aja. Kita sendiri kudu merasa harus terus belajar. Hebat nian jika ortu di rumah memberikan arahan-arahan yang benar dan baik, para guru di sekolah memberikan pengajaran yang mencerahkan dan rajin membina, ditambah negara yang peduli dengan pendidikan, hmmm… pastinya lebih keren kan! Sehingga amat wajar jika pada akhirnya akan menghasilkan generasi yang hebat: baik di bidang agama maupun ilmu pengetahuan. Itu sebabnya, berbagi peran dan tanggung jawab ini mutlak diperlukan.



Salah asuhan

Namanya juga salah inputnya, berarti salah juga outputnya. GIGO alias Garbage In Garbage Out. Masuk sampah ya keluarnya sampah juga. Kalo dalam pendidikan terhadap manusia, hal ini bisa disebut salah asuhan. Misalnya, anak yang diajarkan kebencian setiap hari, kemungkinan besar dia akan jadi pendendam. Jika diajarkan secara rutin kebiasaannya berbohong, maka sangat boleh jadi dia akan merasa nyaman membohongi orang lain.

Lalu, pendidikan yang kayak gimana yang salah asuhan? Jawabnya, pendidikan yang tak mendidik. Pendidikan yang timpang. Sepertinya cenderung mengejar prestasi akademik, dan mengabaikan akhlak. Ukuran orang sukses pun hanya berhenti pada apa yang diraihnya berupa harta dan jabatan atau titel tertentu. Seringkali akhlak bukan lagi ukuran mutlak. Kebahagiaan yang diraih seringkali hanya materi, bukan keridhoan Allah Swt. Kondisi seperti ini tanpa sadar mulai dibiasakan. Padahal, di masa kejayaan Islam, seorang pakar kimia seperti Jabir Ibnu Hayyan dan Imam Abu Hanifah, ternyata juga ulama. Ibnu Sina bukan hanya seorang ulama, tetapi sekaligus pakar di bidang kedokteran. Hebat kan?

Saat ini bagaimana? Kita bisa saksikan sendiri produknya. Tidak semua rusak sih, tetapi kebanyakan nggak bagus. Sudah lazim diketahui saat ini jumlah para pengguna narkoba dan pelaku seks bebas kian tambah banyak. Belum lagi yang pikirannya liberal atau ke sekolah cuma ngabisin jatah uang jajan dari ortu. Memilih jadi selebriti di dunia hiburan ketimbang ‘selebriti’ di dunia ilmu pengetahuan dan agama. So, bisa dikatakan ini memang salah asuhan. Baik di rumah, di sekolah, terlebih oleh negara. Padahal, dalam Islam, Allah Swt. sudah mewanti-wanti agar kita menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka, melalui firmanNya (yang artinya): Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu (QS at-Tahrim [66]: 6)



Kecurigaan berakhir pembodohan

Ide tulisan ini muncul saat saya nganterin gaulislam ke sebuah sekolah di bawah yayasan yang dimiliki militer. Hehehe… sang petugas penerima, berpakaian seragam militer nanya, “Ini buletin apa, dari mana?” sambil dia lihat-lihat bagian informasi pengelola buletin gaulislam. Terus lihat judulnya dan berkomentar, “Selesai UN, Mau Ngapain?” Ya, bekerja lah. Jangan ngebom! Dia bercanda, karena setelah itu diiringi ketawa bareng guru lainnya.

“Oh… nggak lah Pak. Lagian kita juga kalo tiap pagi kan ‘ngebom’, cuma tempatnya lain” Kami ngakak bersama. Dia menandatangani tanda terima pengiriman, lalu saya pergi. Tetapi dalam hati saya berpikir keras: “Mengapa selalu jadi tujuan bahwa sekolah adalah untuk kerja? Mengapa juga kecurigaan terhadap kasus terorisme begitu tebal? Haruskah media Islam senantiasa dicurigai sebagai mesin informasi pencuci otak manusia?”

Hmm.. jadi inget waktu ngisi acara Taman Curhat Remaja beberapa waktu lalu di Radio MARS 106 FM Bogor, ada penanya via SMS yang menuliskan bahwa ortunya curiga ketika dia ikut pengajian, gara-gara kasus bom dan terorisme. Hmm..gitu ya. Tetapi kenapa dalam waktu yang bersamaan, orang tua nggak curiga anaknya pacaran dan seks bebas ya? Aneh!

Oya, curiga boleh. Tetapi jangan lebay lah. Jangan berlebihan. Nggak perlu langsung melarang-larang. Ajaklah dialog, tanya dengan benar dan baik seputar apa yang dipelajarinya, siapa gurunya, di mana belajarnya. Sebab, nggak semua salah lho. Jangan sampe kecurigaan berakhir dengan pembodohan. Nggak boleh baca buku ini, nggak boleh ngaji, nggak boleh belajar Islam. Lha, terus yang boleh apa?

Cukup sudah. Kita saatnya mendapatkan pendidikan yang mendidik. Bukan yang membodohi. Kita butuh pendidikan yang menjadikan orang berani berkata benar sesuai apa yang dipahaminya, bukan malah membuat takut bersuara dan memiliki pendapat yang benar.

Adakah pendidikan yang mendidik itu? Ada. Yakni ketika Islam dipahami sebagai ideologi, ketika Islam dipahami sebagai akidah dan syariat sekaligus. Dunia dikejar, akhirat diraih. Keren kan? So, mari tunjukkan bahwa Islam bisa menyelesaikan problem yang telah dibuat oleh kapitalisme-sekularisme selama ini. Ayo, ngaji lagi dan terus ngaji, Bro en Sis rahimakumullah! Sip deh. [solihin: osolihin@gaulislam.com]

Surat cinta untukmu

Assalamualaikum cinta, apa kabar?

Apa kabar dengan hati yang lama tak pernah ku jumpa?
Apa kabar dengan hati yang masih dalam perjuangannya demi menggapai ridho-Nya?
Apa kabar dengan setia dan kejujuran?

Cinta..., andai saja aku bisa mengungkap semua kata dan rasa dalam hati yang aku punya ini..., maka seribu lembar kertas pun tak akan cukup untukku menuangkannya. Banyak sekali cinta, banyak yang ingin aku ungkap secara langsung di hadapmu nanti. Andai kau tahu, aku hambar tanpa pengisi kasih dan pedulimu padaku, andai saja kau tahu apa yang aku rasakan ini untukmu....

Cinta bukan yang bernama keegoisan rasa,
bukan yang megucap “ bagaimana?” namun “ aku mengerti...”
bukan “ kamu di mana?” tapi “aku di sini....”
bukan “ aku ingin kamu seperti ini....” akan tetapi “ aku mencintaimu dengan apa adanya dirimu...”

sepinya diriku tanpa kau di sini,
hampanya hatiku karena ku tahu dengan nyata kau tak berada di sampingku,
seringnya kau patahkan aku...., namun aku bukan seorang yang mudah menyerah...
aku bertahan, karena ada kejujuranku... untuk mengasihimu....
luka itu memang sakit cinta, akan tetapi lebih sakit lagi jika aku membohongi diri ini.
Mungkin aku bisa menggunakan dusta putihku, namun selama aku masih bisa menjaga kebaikan dalam jujurku, sungguh... demi Dia yang Maha Menghargai, ku akan berjalan di sini tanpa ada paksa dari siapapun, dan yang ututh adalah hanya ada nurani dan hati yang suci.

Ketika luka – luka telah mengering, Selama itu pula aku haus untuk merindukanmu, pun selama luka itu masih basah dan masih pekat terasa ngilu di ulu hatiku. Cinta, inginnya aku bersamamu, menjaga hati mu, mendampingi mu ketika resah dan gundah melandamu, ahh... cinta akankah kau tahu begitu dalamnya kasihku. Sehingga semua luka dan kecewa itu tak akan mampu mengubahnya, sekalipun pernah kau memintanya untuk aku melakukannya.

Maafkan cinta, maafkan aku, karena aku terlalu jujur pada perasaanku.
Dan semua, semua.... masih tetap utuh pada tempatnya.
Rasa yang bercampur baur, ada duka, ada kecewa, namun ada pula rasa percaya di antara sejuta ragu, ada setitik cahya diantara gelapnya cakrawala.

Ketika smua terhempas karena sia – sia, maka akan ku coba pelajari kesedihan ini, kesakitan ini, dan ku anggap ini sebagai hadiah “besar”-Nya.

Derita ini adalah anugerah dan suatu kehormatan tersendiri bagiku di atasnya dan di bawah kekuasaan-Nya. Jiwa tak akan pernah mengenal arti tegar jika ia hanya datar merasakan perjalanan hidupnya. Hati tak akan pernah mengerti rasa sakit, jika ia selalu bahagia, Maha Suci Tuhan Semesta Alam atas segala rangakaian hidup yang sempurna ini.

Dan cinta...., kau membuatku banyak belajar dalam sakitnya aku ketika aku terhujam mendekam dalam tebing bebatuan yang tajam. Kau membuatku menjadi orang “ besar” dalam rasa kesyukuranku pada-Nya. Terima kasih cinta, kau membuat aku menjadi jiwa yang sabar atas segala penantian dan pengertian. Secuil apapun itu harapan adalah tetap menjadi harapan. Dimana ia juga bisa tumbuh dari rasa kecewa, dari rasa luka. Maka biarkanlah ia tumbuh menjadi dewasa dalam matangnya pemahaman.

Mungkin aku akan berdiri di atas rangakain jerami yang selalu ada di depanku ketika aku berjalan, dan tiada lain adalah rasa sabar ketika aku harus membersihkannya , tiada lain dari rasa ikhlas ketika aku merasa lelah untuk merapikannya agar ia tak melukaiku. Namun ketika goresan luka itu ada , tiada lain pula rasa bertahan dan pengupayaan untukku mengobatinya. Dan tiada lain dengan rasa tulus aku melakukannya.

Begitu pula dengan mu cinta...,
jika pun harus ada air mata, maka biarlah ia menjadi teman sedihku untuk menyayangimu...
jika ada rasa sakit mendera, maka biarkanlah ia menjadi teman setiaku dalam bertahan atas segala kejujuranku padamu ....

Sungguh aku bersyukur, karena aku mengenalmu cinta, sekalipun aku tak pernah utuh memilikimu, sekalipun utuh yang kau punya takhanya untukku...
jangan tanyakan tentang kesedihan yang kau pun tahu cinta,
jangan bertanya tentang rasa sakitku, bila kau pun merasakannya...
aku memang manusia biasa, yang tak sempurna, dan kadang salah...
namun rasa kasihku telah mengalahkan rasa sakitku,
rasa asihku mengalahkan egoku …
dan sayangku...., telah mampu mengobati luka – luka itu.

Cinta, kapan aku bisa menyentuhmu?
Dimana aku bisa menemui hangatnya jemarimu mengusap semua peluhku?
Ataupun sebaliknya aku yang mengusap peluh di wajahmu...
Dan aku yang akan membelai lembut bahumu ketika kau goyah di jalan perjuanganmu bersamaku,
agar kau tahu betapa pedulinya aku terhadapmu...

Cinta,
dalam sujudku pada-Nya
ku titipkan doa dan pintaku.....
semoga kau senantiasa dalam penjagaan-Nya ketika penjagaanku tak sampai padamu
semoga kau selalu dikasihi dan disayangi -Nya ketika kasih dan sayangku tak mampu melampaui dimana kau berada saat ini.
Ku pinta pada-Nya agar Cinta-Nya selalu ada untukmu, ketika aku tak sanggup lagi mencintai

Ku tegarkan, segala kerapuhan,
kan ku indahkan segala kesedihan...
bahagia mu adalah doa dan harapku....
senyumu, menjadi suatu cita – cita dimana aku bisa merasakannya itu tulus hanya untuku...

Semoga kan selalu baik adanya , meskipun jalan ini tak sempurna....

ucap terakhirku, ku harap kan terbaca jelas di mata dan hatimu...

aku mengerti...., aku di sini, dan aku mencintaimu apapun adanya kau dengan segala kurangmu...

dan biarlah........., biarlakanlah tulusku...yang mencintaimu....

Semoga kau dengar wahai cinta....,
Wassalamualaikum,wr.wb(white_roses_fromfs@yahoo.co.id)

bukti Cinta Sejati

Apa buktinya kalo kamu cinta kepada ortumu? Kamu pasti dengan mudah akan menjawabnya: “aku akan tunjukkin dengan taat kepada mereka, menghormati mereka, dan melakukan apa yang diperintahkan mereka.” Yup, itu tanda cinta. Seseorang yang mencintai seseorang lainnya akan mudah untuk berusaha menunjukkan bukti kecintaannya dengan perilaku yang menyenangkan bagi yang dicintainya. Itu sebabnya, tanda cinta itu penting jika kita memang menghargai apa yang kita cintai. Tapi tanda cinta tak lagi begitu penting ketika cinta tak lagi menjadi bagian yang kita hargai. Semua tergantung cara pandang kita.

Jujur saja sobat, cerita bertabur keromantisan sering membuat kita bertenaga. Hidup rasanya dapat tambahan darah segar. Nafas baru dan semangat menggelora. Rasa-rasanya dunia adalah milik kita, yang sedang dimabuk cinta dan dibakar api asmara. Kita jadi ngedadak ‘lupa diri’, dan kita menjadikan orang yang kita cintai sebagai dewi or pangeran pujaan hati. Kita bersedia berkorban dan menjadi bagian dari hidupnya. Sehari saja tak jumpa dan komunikasi, rasanya hati kita jadi dingin dan beku. Tapi, ketika rindu itu terpuaskan, dinding es yang kokoh menyelimuti hati kita pun perlahan mencair (suit..suit.. swiiw!)

Saking terpengaruhnya dengan cerita Romeo and Juliet, waktu SMP saya sering berkhayal bisa bacain puisi hasil karya saya (yang seadanya itu) di bawah jendela kamar rumah teman wanita saya. Tapi, itu nggak terjadi, karena cuma khayalan belaka. Bang Boim Lebon, pengarang serial Lupus Kecil waktu sama-sama ‘manggung’ dengan saya pernah cerita kepada peserta bedah buku Jangan Nodai Cinta bahwa ketika doi SMA sempat pdkt ke lawan jenis dengan menjatuhkan sapu tangan. Ya, seperti di film-film percintaan, gitu. Padahal sapu tangan biasanya dipake untuk ngelap mulut sehabis makan, atau menyeka keringat di wajah, tapi bisa berubah fungsi jadi alat untuk menarik perhatian lawan jenis. Sapu tangan bisa bernilai romantis juga ya? Ya, setidaknya itu yang diceritakan Bang Boim Lebon. Ehm (meski pdktnya gagal karena dicuekkin sang gadis incerannya, kasihan deh luh—maaf lho Bang Boim)

Cari perhatian

Boys and gals, tanda orang jatuh cinta tuh yang paling mudah dideteksi adalah perhatiannya yang berlebih kepada orang yang dicintainya. Betul apa betul?

Menurut Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam buku keren beliau tentang cinta: Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhah al-Musytaqin (Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu), dituliskan bahwa salah satu ciri orang yang sedang jatuh cinta, ia pasti akan terus menyebut nama kekasihnya. Setiap saat, di mana pun. Nama kekasihnya seperti jampi-jampi ampuh untuk menenangkan batinnya yang galau dan hatinya yang dilanda rindu.

Kenapa bisa begitu? Karena cinta konon kabarnya mengandung segala perasaan indah tentang kebahagiaan (happiness), menyenangkan (comfort), kepercayaan (trust), persahabatan (friendship), dan kasih-sayang (affection).

Menurut R. Graves dalam The Finding of Love, cinta adalah sesuatu yang dapat mengubah segalanya sehingga terlihat indah. Jalaluddin Rumi juga pernah bersyair: “Karena cinta, duri menjadi mawar. Karena cinta, cuka menjelma anggur segar…”. Itu sebabnya, nggak usah heran kalo naluri mencintai akan mendorong manusia untuk memenuhi keinginan cintanya itu. Orang yang jatuh cinta akan melakukan apa saja untuk menarik perhatian orang yang ia cintai (itu karena terlihat indah kali ye?).

Sobat muda muslim, saya juga pernah jatuh cinta. Ibnu Qayyim betul, waktu itu saya juga sering menyebut nama orang yang menjadi kekasih saya. Setelah saya mengkhitbah seorang gadis (yang sekarang jadi istri saya), namanya adalah nama yang sangat sering saya sebut. Ketika ngobrol dengan teman-teman soal akhwat, saya hampir selalu (dengan bangga) menyebutkan namanya. Seolah ingin pamer nama kekasih saya itu kepada teman-teman saya. Efeknya, saya juga merasa lebih tenang, lebih yakin, dan lebih percaya diri. Subhanallah. Bisa begitu ya?

Ngomong-ngomong tentang cinta, rasanya nggak adil deh kalo kita cuma berhenti pada level cinta antar manusia. Karena cinta itu sendiri bisa berarti luas, maka objek yang kita cintai juga luas. Itu sebabnya, Allah Swt. pun sangat layak untuk kita cintai. Sungguh sangat indah dan menyenangkan sekali bisa mencintai Sang Pemilik Cinta. Hebat sekali bukan? Keren, Bro!

Sayangnya, kok kayaknya sulit banget gitu lho untuk bisa mencintai Allah Ta’ala. Apa karena Allah Swt. tidak terlihat oleh mata kita? Ah, pernyataan ini bisa rontok dengan fakta bahwa banyak di antara kita yang jatuh cinta hanya dengan membaca tulisan orang lain di sebuah email dalam grup diskusi dunia maya, misalnya. Kita jatuh cinta kepada gaya bertuturnya yang ia tuliskan di email. Ketika kita tahu bahwa penulisnya adalah lawan jenis kita, maka ada dorongan-dorongan penasaran dari perasaan dalam hati kita untuk mencoba mencari tahu siapa dirinya. Kita telah jatuh cinta karena melihat keistimewaan yang ada pada teman diskusi kita itu. Meskipun kita belum pernah tahu wujudnya dalam sebuah foto sekali pun darinya. Hebat bukan?

Itu sebabnya, seharusnya kita juga bisa mencintai Allah Swt. sepenuh hati kita ketika kita melihat begitu banyak tanda-tanda kekuasaanNya. Kita bisa mengamati bagaimana langit yang begitu luas (lengkap dengan misteri dan keajaiban ruang angkasa yang sangat luas itu), ketika kita nonton tayangan dari Discovery Chanel tentang laut misalnya, rasanya pantas bibir kita terus bertasbih menyebut namaNya. Karena di kedalaman laut yang dingin, gelap dan sepi, masih ada makhluk Allah yang hidup di sana. Laut pun memiliki berjuta pesona yang rasanya tak mungkin meredam kekaguman kita kepada penciptanya, yakni Allah Swt. Begitu pun daratan, punya pesona tersendiri dari banyak penghuninya. Subhanallah, Dia memang telah memberikan begitu banyak tanda kekuasaanNya kepada kita. Jika kita masih belum ngeh, dan tak tergerak untuk bersujud, bertasbih dan mencintaiNya, rasanya nggak adil banget deh. Suwer!

Kalo dengan sang inceran kita biasa nyari-nyari perhatian, bisa curi pandang kalo kebetulan si dia ada di kelas, kenapa dengan Allah tidak bisa? Kalo dengan si dia yang udah mencairkan dinding es yang selama ini kita bangun, kita bisa begitu getol menjaga penampilan agar ia tetap merasa betah melihat kita, kenapa dengan Allah tidak bisa? Ah, rasanya nggak adil deh kalo njomplang begitu.

Memang sih, Allah Mahatahu apa yang kita lakuin, nggak perlu mencuri perhatianNya pun Allah tahu apa maksud kita. Ini sekadar ungkapan aja kalo kita pun bisa membuat Allah bahagia dengan apa yang kita perbuat. Aktivitas mulia penuh pahala dan taat syariatNya, udah cukup menarik perhatian Allah kepada kita untuk lebih sayang dan cinta kepada kita.

Oya, mencintai Allah tuh jauh lebih besar manfaat dan pahalanya ketimbang mencintai makhluk-makhlukNya. Karena apa? Karena Allah adalah Pemilik Cinta, dan sekaligus Pemberi Cinta kepada kita-kita sebagai makhlukNya. Bahkan Allah sudah memberikan sinyal kuat kepada kita dalam sebuah hadis Qudsy: “Kalau hambaKu mendekat sejengkal, Kusambut ia sehasta. Kalau ia mendekat sehasta, Kusambut ia sedepa. Kalau hambaKu datang padaKu berjalan, Kusambut ia dengan berlari…”

Duh, betapa begitu besar cinta Allah kepada kita, hambaNya. Tidakkah ini membuat cinta kita lebih besar lagi kepada Allah Swt.? Hmm…rasanya kita perlu berlari untuk mendekat kepadaNya. Subhanallah.

Rela berkorban

Satu tanda cinta adalah rela berkorban. Bahkan jika pengorbanan yang harus diberikan berupa nyawa. Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Hai Nabi, kobarkanlah semangat kaum muk­minin untuk berperang” (QS al-Anfâl [8]: 65)

Sobat muda muslim, para ahli tafsir menghubungkan ayat ini dengan sebuah riwayat yang mengisahkan bahwa sebelum meletus Perang Badar al-Kubra, Rasulullah saw. telah bersabda:”Bersegeralah (ke suatu tempat) yang di situ kalian (dapat) meraih surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” Maka Umair bin al-Humam bertanya, ‘Apakah benar luasnya seluas langit dan bumi?’ ‘Ya’, jawab Rasulullah, seraya ‘Umair berkata, ‘wah, wah, wah (hebat sekali).’ Maka Rasulullah saw. Kemudian berkata, ‘Apa yang mendorongmu berkata ‘wah, wah, wah’? Jawabnya, ‘Karena aku berharap menjadi penghuninya’. Maka Rasulullah bersabda, ‘Kamu pasti menjadi penghuninya.’ Kemudian laki-laki itu memecahkan sarung pedang lalu mengeluarkan beberapa butir kurma. Memakannya sebagian dan membuang sisanya seraya berkata, ‘Apabila aku masih hidup sampai aku menghabiskan kurma terse­but maka kehidupan ini terlalu lama’ Bergegas ia maju ke baris depan, memerangi musuh (agama) hingga ia mati syahid.” (Shahih Muslim No. 1901, dan Tafsir Ibnu Katsir II/325)

Yuk, kita buktikan tanda cinta kita kepada Allah Swt. dan RasulNya. Jangan sampe kecintaan kita kepada dunia mengalahkan cinta kita kepada Allah Swt,. dan RasulNya. Firman Allah Swt. (yang artinya): Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS at-Taubah [9]: 24)

Bro, rasa-rasanya kita emang kudu siap nunjukkin tanda keseriusan cinta sejati kita. So, siap ya untuk tunjukkin tanda cinta sejati kepada Sang Pemilik Cinta? Mari buktikan! [solihin: osolihin@gaulislam.com

tetap semangat....

Semua orang pasti sudah merasakan penderitaan. Kita pernah merasakan sakit hati, kecewa, dan bahkan dikhianati. Itu luka hati. Di antara kita pernah juga luka fisik. Mungkin pernah juga ditimpa penyakit yang berat, atau bahkan sejak lahir sudah cacat. Apa yang kamu lakukan saat tertekan dan menderita?

Kamu terbiasa mengeluh? Menyalahkan keadaan? Atau malah menyalahkan orang lain yang kamu anggap punya andil dalam kegagalan dan penderitaan kamu?

Pada praktiknya banyak di antara kita yang sering ambil jalan pintas yang paling mudah, yakni mengarahkan telunjuk kita keluar. Celakanya lagi, banyak yang tak mau sedikitpun berusaha untuk interospeksi. Ada yang reaktif menyerang pihak lain, tak sedikit yang bisanya hanya mengeluh dan mengeluh.

Bro en Sis, nggak usah malu untuk mengakui bahwa diri kita tidaklah sempurna. Kegagalan adalah hal biasa. Kekalahan bukanlah akhir dari segalanya. Kecewa dan sedih bukanlah kiamat. Selama kita mau menghadapi kenyataan dengan realistis dan berusaha untuk mengubahnya, insya Allah masih ada waktu untuk memperbaikinya. So, tak perlu mengeluhkannya atau malah membuat kita hancur lebur di mata orang lain karena kita selalu menyalahkan mereka yang dianggap andil dalam kegagalan kita atau ketidakmampuan kita.

Interospeksi diri

Pernah dengar kan istilah buruk muka cermin dibelah? Yup, ungkapan ini cocok untuk menggambarkan orang yang nggak biasa berlapang dada. Kalo emang kalah, harusnya akui kekalahan. Kalo emang salah, akui kesalahan. Tak perlu juga mengeluh atau membela diri. Sportif gitu lho. Jangan malah ngamuk-ngamuk untuk menuding orang lain sebagai biang kegagalan dan kesalahan kita. Padahal, kitanya aja yang emang lemah dan nggak mampu.

Sikap lapang dada ini harus dipupuk sejak anak-anak. Kejujuran dan mau mengakui keunggulan orang lain harus dibiasakan sejak usia dini. Atau, kalo pun sekarang kita udah pada gede, maka mulailah belajar untuk lapang dada. Belum telat kok. Sebab, daripada capek-capek menyalahkan orang lain, kan mendingan mengevaluasi kemampuan diri sendiri. Simpel. Mudah pula. Betul?

Saya pernah tuh dimarahin waktu kerja di sebuah perusahaan supplier bahan kimia dan peralatan untuk laboratorium di Jakarta, ketika saya sekadar menasihati atasan saya untuk tidak melakukan aktivitas suap. Karena memang dalam Islam nggak boleh. Eh, bukannya kemudian diskusi untuk mencari titik temu atau paling nggak menanyakan lebih lanjut, dia malah bilang, “Saya tuh empat tahun nyantri di … (sensor: pokoknya pesantren terkenal di negeri ini). Tapi nggak fanatik kayak kamu”. Wacks!

Dia bilang begitu mungkin karena melihat saya yang lulusan sekolah kejuruan, bukan pesantren. Padahal, kalo mau berlapang dada, kan bisa nanya baik-baik, “Memangnya kamu tahu dari mana? Bagaimana penjelasannya?”. Kan bisa diskusi tuh. Jangan langsung bilang begitu sampe kudu banding-bandingin lamanya nyantri segala. Sebab, sangat percuma juga nyantri empat tahun atau mungkin lebih kalo di pesantren kerjanya cuma tidur melulu. Atau kalo pun belajar, tapi nggak serius. Setiap ikutan kajian cuma masuk telinga kanan, keluar lagi telinga kiri. Sehingga materi pelajaran tuh dibiarkan memantul sempurna alias nggak ada yang masuk. Gimana mo pinter?

Sikap lapang dada untuk menerima masukan itu sebenarnya nggak susah. Kalo memang kita mau terus merenung dan mengevaluasi kondisi kita. Kita ini kan manusia. Punya kelemahan dan keterbatasan. Itu sebabnya, membutuhkan dukungan yang lain. Dan, yang biasanya lebih mudah menilai kita ya orang lain. Ibarat cermin, kita itu akan dilihat oleh orang lain. Kan belum ada ceritanya kita bisa ngelihat wajah kita sendiri kalo nggak pake cermin atau benda sejenisnya yang bisa memantulkan gambaran diri kita. Iya kan?

Cermin memantulkan wajah asli kita. Begitu pun orang-orang di sekitar kita yang akan memberikan masukan kepada kita. Kalo kita salah, maka di antara mereka ada yang ngasih tahu kita. Jangan merasa menang sendiri. Coba deh, misalnya kita udah makan es cendol. Terus, lupa membersihkan mulut, kumis dan jenggot. Ketika ada orang yang bilang, “Mas, tuh ada cendol yang nyangkut di jenggot!”. Nah, karena kita nggak bawa cermin, orang lain yang lihat itulah yang mengingatkan karena tahu wajah kita dan tahu penampilan diri kita. Maka, dengan lapang dada kita ngucapin terima kasih. Betul? Tetapi kalo kita malah marah diingatkan, itu sih namanya nggak tahu diri.

Sama halnya ketika kita berbuat maksiat, kemudian ada orang lain yang mengingatkan kita. Sikap yang bagus tentunya kita berterima kasih karena ada orang yang mau mengingatkan kita. Sikap yang sama sekali nggak elok dan mungkin bisa dibilang bodoh adalah malah balik menyerang. “Kamu tahu apa sih tentang agama? Jangan khotbah di depan saya!” Wah, itu namanya nggak lapang dada. Tapi melakukan argumentum ad hominem alias argumentasi melawan orang. Yakni menimpakan kesalahan, kekesalan, dan kegagalan pada orang lain.

Terima kenyataan tapi jangan menyerah

Bro en Sis, selain kita kudu interospeksi, kita juga jangan putus asa. Interospeksi diperlukan agar kita mau sadar atas apa yang telah kita perbuat. Tetapi tentu saja nggak cukup cuma menyadari. Masih ada agenda yang harus dilakukan, yakni berusaha untuk memperbaiki kondisi dan jangan pernah menyerah.

Kata pepatah hidup ini nggak selamanya bisa memilih. Adakalanya kita harus rela menerima, sepahit apa pun kenyataannya. Nikmati saja. Nggak usah bingung, nggak usah jadi beban. Anggap saja kegagalan ini bagian dari dinamika hidup. Orang-orang yang lebih sentimentil suka bilang, ini seninya hidup. Duilee.. kedengarannya indah banget ya? Tapi bagus tuh, selain menghibur diri, juga belajar menikmati dengan senang hati terhadap sesuatu yang sebenarnya tak kita inginkan dan tak kita harapkan.

Kamu pernah nggak mengeluh ketika ditugaskan oleh ketua OSIS atau Rohis di sekolah? Bagi mereka yang suka mengeluhkan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya, alasannya seringkali banyak. Padahal intinya kamu manja campur malas. Misalnya, disuruh ngisi pengajian. Gaga-gara nggak ada sepeda motor lalu kamu malas. Tetapi untuk menutupi kemalasanmu, kamu berusaha self defence. Bahkan kemanjaan kamu ditampakkan juga dengan sedikit menimpakan kesalahan ke orang lain dengan beralasan, “Nih sepeda motor teman saya dipake bapaknya, jadi teman saya nggak bisa nganter saya deh ke pengajian. Lagi pula nih tiba-tiba penyakit maag saya kambuh.” Waduh! Kesannya emang jadi mendramatisir. Mengeluh dan sekaligus nyalahin orang.

Kondisi yang ‘mengkhawatirkan’ lainnya adalah, kalo kita berada pada posisi yang benar-benar menderita dalam kegagalan, tetapi kita mengeluh terus ketimbang berusaha mengubah kondisi itu. Setiap orang emang berbeda dalam cara meresponnya. Itu semua bergantung kepada pengalamannya dalam menikmati hidup ini. Bagi mereka yang kurang ‘terampil’ dan selalu lurus-lurus aja dalam hidupnya, maka bisa dipastikan, ia akan kaget berat menghadapi beratnya ujian. Beda ama yang udah biasa “pahit”, ia akan lebih dewasa dan bijak dalam bersikap. Tidak ada keluhan, yang muncul selalu optimis.

Yakinlah sobat, kalo kamu menghadapi persoalan sulit, dan jika kamu harus menelan rasa kecewa yang emang pahit itu, nikmati sajalah sebagai bagian dari dinamika hidup kita. Nikmati apa adanya. Yakin saja bahwa kamu bisa lolos dari tekanan itu atas pertolongan Allah Swt.

Kita harus yakin bahwa kita masih selalu bisa memperbaiki. Siapa tahu “ketahan-malangan” itu akan berguna di masa depan. Yakin saja sobat! Suatu saat kita akan terbiasa, dan terus mencari solusinya.

Badai pasti berlalu

Sobat muda muslim, satu hal yang perlu ditanamkan dalam diri kita adalah, rasa pasti bahwa kehidupan ini akan normal kembali, meskipun mungkin dalam beberapa kondisi kayaknya bisa dibilang tak menentu. Tapi yakinlah, itu hanya sementara waktu saja. Ibarat penyakit mah, dalam tahap pemulihan. Ibarat badai, pasti akan berlalu.

Bila kegagalan itu sangat membuatmu patah semangat dan patah hati, jangan mengeluh. Tetapi cobalah berani untuk membagi kesedihan dengan orang lain. Paling nggak dengan orang yang dekat denganmu. Insya Allah, dengan adanya shoulder to cry on—bahu untuk menangis, kita bisa menumpahkan segala kesedihan, amarah, termasuk emosimu yang lainnya setelah kegagalan itu kepada orang terdekat kita. Meskipun mungkin sangat sulit untuk memulainya. Tapi, cobalah lebih dekat dengan orang-orang yang spesial bagimu; kakakmu, ibumu, ayahmu, guru pengajian, guru di sekolah, atau bahkan dengan teman kamu yang kamu anggap cocok untuk curhat. Insya Allah bisa membantu.

So, jangan pernah terus mengurung diri dalam rasa kecewa yang amat dalam. Gagal itu biasa. Tapi berusaha terus, itu yang luar biasa. Jangan menyerah. Yakin saja, bahwa peristiwa itu akan sirna seiring perjalanan waktu, kepedihan perlahan-lahan akan lenyap sejalan dengan berlalunya waktu. Karena emang kegagalan bukanlah akhir dari segalanya.

Oya, kamu juga bakal mengerti bahwa dalam upaya menghadapi sebuah kegagalan, kamu akan menjadi lebih kuat, lebih mudah beradaptasi, dan tentunya akan lebih pede menjalani hidup ini. Teruslah berusaha untuk berhasil. Lupakan kegagalan. Tak perlu mengeluh. Selain itu, kamu kudu berhenti mencari alasan untuk sebuah kegagalan. Jangan menyalahkan orang lain atas kegagalanmu atau ketidakmampuanmu melakukan sesuatu. Ok?

Kenapa harus berhenti mencari alasan? Saya menemukan sebuah pernyataan bagus dalam sebuah artikel motivasi yang dikirim seorang teman via e-mail. Di situ disebutkan bahwa kalo kamu fokus mencari alasan untuk sebuah kegagalan, kamu bisa temukan berjuta-juta dengan mudahnya. Namun, alasan tetaplah alasan. Ia takkan mengubah kegagalan menjadi keberhasilan. Kerapkali, alasan serupa dengan pengingkaran. Semakin banyak menumpuk alasan, semakin besar pengingkaran pada diri sendiri. Ini menjauhkan kamu dari keberhasilan; sekaligus melemahkan kekuatan diri sendiri. Berhentilah mencari suatu alasan untuk menutupi kegagalan. Mulailah bertindak untuk meraih keberhasilan.

Dalam artikel itu pun dijelaskan bahwa belajarlah dari penambang yang tekun mencari emas. Ditimbanya berliter-liter tanah keruh dari sungai. Ia saring lumpur dari pasir. Ia sisir pasir dari logam. Tak jemu ia lakukan hingga tampaklah butiran emas berkilauan. Begitulah semestinya kamu memperlakukan kegagalan. Kegagalan itu seperti pasir keruh yang menyembunyikan emas. Bila kamu terus berusaha, tekun mencari perbaikan di sela-sela kerumitan, serta berani menyingkirkan alasan-alasan, maka kamu akan menemukan cahaya kesempatan. Hanya mencari alasan, sama saja dengan membuang pasir dan semua emas yang ada di dalamnya.

Kita bisa mencontoh usaha tak kenal lelah Rasulullah saw. yang berjuang 13 tahun di Mekkah untuk menyebarkan Islam. Bukan tanpa kegagalan, tapi Rasulullah saw. selalu dapat bangkit kembali. Perjuangan beliau 10 tahun di Madinah pun, banyak menuai kegagalan. Tapi Rasulullah saw. tak gentar. Dakwahnya yang sering dicemooh kaum kafir Quraisy, beliau jadikan sebagai cambuk untuk terus melaju. Hasilnya? Sampai sekarang Islam menjelma menjadi sebuah kekuatan yang wajib diperhitungkan pejuang ideologi lain.

So, jika menghadapi kesulitan dan kerumitan dalam hidup, jangan menyerah, jangan mengeluh, jangan menyalahkan orang lain atas penderitaan kita. Bersikaplah realistis. Kita memang manusia. Punya kelemahan dan tentu saja keterbatasan. Keluhan tak ada artinya tanpa ada perbuatan untuk mengubahnya. Apalagi selalu mengeluh. Awalnya sih bisa dianggap wajar karena manusia kalo menderita ya langsung merespon dengan berbagai ungkapan dan perilaku, termasuk mengeluh. Tetapi kalo ngeluh terus dan selalu nyalahin orang lain, gimana kita mau belajar mencambuk diri kita? Iya kan? Kamu bisa kan mengubah dan memperbaiki diri menjadi yang terbaik? Insya Allah bisa selama kamu mau berusaha.

Bener banget! Tak sedikit yang berusaha bangkit, dan akhirnya mereka berhasil. Namun banyak juga yang sudah berkali-kali bangkit tapi harus jatuh pula berkali-kali. Mereka mengeluh? Ada yang mengeluh. Namun tak sedikit yang tetap fokus pada apa yang ingin diraihnya dan alhamdulillah berhasil. Maka, kuncinya adalah meluruskan niat, maksimalkan ikhtiar dan yakinlah bahwa Allah Swt akan menyempurnakannya dengan keberhasilan yang kita raih. Insya Allah.[solihin: osolihin@gaulislam.com]

Saat Kenyataan Tak Sesuai Impian...

Teman...

Mungkin saat ini di antara kita ada
yang tengah berada dalam "penjara
kesulitan". Dan kesempatan yang
dimiliki terasa begitu kecil.
Teman...
Jangan berkecil hati... Jangan menyerah...
Teruslah berusaha...!

Lakukan apa yang bisa dilakukan,
sebaik-baiknya, dan sebenar-benarnya.

Ingatlah bahwa...

KESEMPATAN SEKECIL APAPUN
ITU MENUNJUKKAN MASIH
ADANYA HARAPAN!

Di bawah adalah artikel yang saya janjikan
minggu yang lalu, yaitu:
"Apa Yang Harus Dilakukan Saat Kenyataan
Tidak Sesuai Dengan Impian?"

Banyak orang yang merasa frustasi
karena kenyataan mereka tidak sesuai
dengan impian.

Sebagai contoh, ada seorang anak yang
ingin kuliah di Universitas A, tapi
nyatanya biaya tidak mencukupi.

Atau, mereka yg merantau ke kota besar,
bermimpi ingin mendapatkan pekerjaan
berkelas nasional bahkan internasional,
tapi nyatanya yang didapatkan hanyalah
pekerjaan biasa-biasa saja & apa adanya.

Ada juga seorang pengusaha, yg mungkin
mengharapkan kenaikan profit 10 kali,
malah mengalami kebangkrutan.

Apa yang kita harapkan, kadang memang
tidak sesuai dengan kenyataan. Lalu apa
yang harus kita lakukan?

Berikut adalah 3 langkah atau tips yang
bisa kitalakukan saat mimpi tidak
sesuai dengan kenyataan:

1. Bertindaklah selalu secara fleksibel
dan dinamis

Jika kita betul-betul ingin menggapai
kesuksesan, maka diperlukan *kesiapan*
untuk bisa bertindak secara fleksible
dan dinamis terhadap setiap perubahan
yang terjadi.

Sekarang, saya akan buat sebuah analogi
sederhana...

Saat ada badai atau angin topan yang
besar, tidak jarang kita melihat pohon
yang memiliki batang yang sangat besar
tumbang! Apa sebab?

Sebab mereka tidak kuat menahan beban
yang diterima.

Namun coba tengoklah bambu! Karena
batangnya yang lentur, maka bambu bisa
fleksibel bergerak ke segala arah, dan
jarang tumbang!

Nah, begitu pun dengan kita! Jika kita
bertindak dan berpikir dinamis dan juga
fleksibel, maka kita akan lebih tahan
dalam menghadapi tantangan dan
perubahan serta masalah yang datang.

2. Berpikirlah bahwa INILAH yang terbaik
untuk kita!

Saat kenyataan tidak sesuai dengan
impian, percayalah bahwa inilah yang
terbaik untuk kita. Kita tidak pernah
tahu skenario yang telah ditetapkan-Nya.

Karena, segala sesuatu yang menurut
logika kita baik, bisa jadi justru
sebaliknya di mata Allah!

Berpikirlah selalu positif atas apapun
yang terjadi pada diri kita. Jangan
biarkan satu kegagalan membuat kita
kecewa, apalagi sampai frustasi dan
berlarut-larut.

kita tahu apa yang kita lakukan jika
ada satu mimpi atau keinginan saya
tidak kesampaian? kita biasa mengatakan:

"Sudahlah fery, kamu tdk perlu kecewa,
don't ask me why, it is GOOD for you!
Sekarang kamu dengarkan baik-baik, Allah
akan menggantinya dengan YANG LEBIH BAIK!
Tuhan tau kamu orang yg baik & bijaksana.
Hidupmu penuh dengan kelimpahan, dan kamu
memang dilahirkan utk slalu jadi pemenang!"

Saya biasa mengatakannya di depan cermin
dengan penuh keyakinan, tentunya saat
saya sendirian! hehe... It works for me! :-)

kita juga boleh coba nanti ;-)

Apa yang saya lakukan di atas itu
adalah 'afirmasi'.

Afirmasi adalah kata-kata positif yang
diucapkan berulang-ulang & diyakini untuk
membentuk citra postif untuk mengurangi
sikap-sikap negatif dalam diri kita.

Kata-kata afirmasi ini bisa kita buat/
rancang sendiri, dan lalu bisa diucapkan
secara verbal atau dalam hati. Menurut ahli
Hynotherapy, afirmasi itu akan 'terekam'
oleh alam bawah sadar kita.

Dan jika terus-menerus diucapkan & dengan
penuh keyakinan, maka kita SEDANG atau
AKAN menjadi seperti itu adanya, yang
kita ucapkan! Dengan kata lain, afirmasi
itu sama seperti DO'A.

Okay, sekarang selanjutnya! :-)

Meski saat ini apa yang kita harapkan
belum sesuai dengan impian, namun kita
harus....

3. Tetap Siapkan MENTAL PEMENANG!

Saat kita mengalami kegagalan, lebih
baik instropeksi diri daripada
menyalahkan takdir. Siapa tahu, kita
memang belum siap jadi pemenang! :-)

Bisa jadi kesuksesan hanya akan membuat
kita menjadi sombong, dan karena saking
sayangnya Allah kepada kita, Ia tidak
mau hamba-Nya berbuat dosa. :-)

Fery, setiap kemenangan itu lebih baik
dirintis dari setiap peluh kita! Akan
lebih baik jika kemenangan itu kita
dapatkan setahap demi setahap.

Banyak orang sukses, tapi kemudian
mereka terjatuh. Ada yang bangkit lagi,
ada yang tidak. Liku hidup setiap
manusia memang tidak sama.

Tapi ingat, kesempatan untuk menang
itu selalu terbuka bagi siapa saja,
tanpa terkecuali!

Rejeki dan kemenangan itu sungguh tidak
terkira banyaknya dari Tuhan, masih
banyak yang menggantung di langit! :-)

Sekarang tinggal bagaimana cara Fery!
Apakah mau meraihnya? atau mengharapkan
turun dengan sendirinya?

Saya sarankan, jangan pernah memilih
yang kedua :-)

Kita semua tahu bahwa yang namanya
kemenangan itu seringkali dimiliki oleh
mereka yang... tdk pernah berhenti berusaha!
Anne Ahira

Kunjungi: http://www.AsianBrain.com

surat untukmu

Assalamualaikum.wr.wb
semoga enkau beserta keluarga slalu dalam rahmat,petunjuk dan lindungan Allah swt.
lewat tulisan ini akan saya sampaikan permintaan maaf saya karena saya tahu.. tidak spantasnya rasa ini ada disini, karena saya tahu engkau sedang dekat dengan seseorang yang itu juga salah satu sahabatku,tapi saya tidak ada pilihan lagi selain mengungkapkannya, karena rasa itu datangnya dari Allah saya tidak bisa menghilangkannya selama Allah masih menanamnya.semakin saya menghilangkannya.. malah rasa ingin bersamamu untuk meraih Ridho Allah semakin kuat.subhanallah..
untuk itu saya berharap kepadamu untuk bisa bertaarufan/menerima pinangan dari saya dengan pertimbangan yang sebaik-baiknya dan tentunya ada ridho dari orang tua.
apapun dan bagaimanapun jawabanmu nanti akan saya terima dengan sabar dan ikhlas serta saya akan kembalikan kepada Allah pemilik cinta yang sesungguhnya.
saya yakin kputusan yang enkau pilih adalah bagian dari rencana Allah yang sempurna dan pastinya itu yang terbaik untuk kita semua.sekian dari saya.saya tunggu jawabanya secepatnya.
semoga kita dan keluarga selalu dalam ridho Allah swt amin...
wassalam.wr.wb(fery sumanto)

cintamu tak dihargai

Swit swiw! Ngomongin cinta lagi deh. Yup, kata “cinta” punya daya magnet yang luar biasa. Menarik orang untuk ngejadiin “cinta” jadi topik obrolan senantiasa. Daya pikatnya bikin orang jadi ngerasa hambar ngejalanin hidup tanpa kata itu di kehidupannya. Singkatnya, “cinta” bikin hidup lebih hidup. Tapi, bener nggak ya cinta bikin hidup lebih hidup? Atau malah bikin hidup jadi redup?

Aplikasi cinta pun bertebaran. Yang paling jelas dan marak keliatan ya dengan pacaran. Hari gini nggak pacaran dianggap kutukan. Status jomblo di saat umur masih belasan atau baru di kepala dua dianggap tragedi sosial yang paling menyeramkan.

Cinta, gue lakuin apa aja

Karena hidup itu harus diwarnai cinta, maka banyak orang yang berusaha untuk menggapainya. Cinta emang rasa yang secara fitrah diadakan Allah Swt. bagi tiap manusia. Sayangnya nggak semua milih jalan yang bener. Demi meraih cinta dan atas nama cinta banyak orang (termasuk cewek) rela ngelakuin apa aja.

Ada cewek yang selalu wara-wiri di depan kelas cowok inceran untuk bisa dapat respon dan sinyal yang diharapkan. “Eh, itu anak kelas berapa sih?” Gitu kira-kira respon cowok yang diharapkan muncul. Dari respon yang begitu pengennya sih cowok tersebut bakal tanya-tanya lebih banyak en akhirnya mereka bisa makin akrab lalu bisa jadian deh.

Kalau urusannya cuma wara-wiri beberapa ratus kali di depan cowok gebetan paling kaki aja yang pegel-pegel. Kalo ngebeliin sesuatu paling tekornya cuma di kantong. Tetep rugi sih, tapi ruginya bakal lebih menjadi-jadi kalau ternyata yang harus dikorbanin lebih dari semua yang tadi.

Demi meraih cinta atau bahkan sekedar status pacaran, banyak cewek yang terjebak untuk rela diapaian aja en kasih apapun yang mereka miliki termasuk keperawanan mereka.

Katanya sih karena cinta itu butuh pengorbanan so wajar aja kalo bentuk-bentuk pengorbanan mesti dilakukan. Sekadar mau dicium atau dipegang-pegang tangan katanya sih udah jadi hal lazim emang kudu dilakuin. Yang penting bisa tahan diri nggak ngelakuin hubungan suami-istri. Heh? Sumpe lu bisa nahan diri? Ujung-ujungnya banyak tuh yang akhirnya ngelakuin zina. Keperawanan akhirnya tergadaikan demi cinta prematur, cinta ngawur!

Tragedi tuh! Tragedi besar untuk hidup seorang cewek kalau sampai keperawanan hilang disambar pacar atau yang baru mau jadi pacar. Harga diri terbesar diruntuhkan dengan cara obralan. Nggak banget!

Cinta satu malam

Cinta satu malam bukan sekedar judul dan lirik lagu. Tipe kayak gitu udah marak terjadi di negeri ini. Cuma karena ingin memuaskan nafsu, cinta satu malam pun diburu. Cinta? Ah itu sih kata madu tapi sejatinya isinya racun nomor satu! Mana ada cinta sesungguhnya yang hadir satu malam terus begitu aja ditinggal, dilupakan. Celakanya para cewek mau aja lagi jadi bagian cinta satu malam! Waduh! Padahal yang ada cuma kerugian besar. Cinta kok diobral!

Tapi kenyataan itu emang yang sedang banyak bertebaran, terutama di kota-kota besar. Transaksi cinta dijalankan. Jual murah bakal laku keras. Yang jual mahal bakal dijadiin bahan olok-olokan alias diejek sebagai makhluk purba, ketinggalan jaman.

Sayangnya nggak banyak cewek yang sadar kalau yang mereka jalanin selama ini adalah ngobral perasaan, ngobral hati, ngobral harga diri. Cinta udah bikin buta!

Cinta itu mahal

Cinta, rasa itu dihadirkan oleh Allah Ta’ala sebagai anugerah. Sebagai sebuah anugerah, mestinya rasa itu dijaga dengan sangat baik, dengan sangat hati-hati. Karena anugerah itu mahal, Sis! Tak ternilai jika ada yang mau menukarnya dengan apapun yang ada di dunia. Nggak kebayang gimana sesorang bisa hidup tanpa cinta. Bisa jadi orang yang kayak gitu hidupnya cuma diisi kesedihan, kehampaan. Dia cuma memperlihatkan kebencian bahkan kebengisan.

Begitu berharganya cinta sehingga seharusnya cinta nggak diobral atau bahkan digadai cuma-cuma. Jangan! Kita seharusnya bisa jaga cinta itu dengan apa yang Allah mau, dengan cara yang Allah suka, sehingga indahnya cinta bisa tetap terjaga, binarnya tetap bisa terpelihara. Cara yang Allah suka seperti apa? Ini dia:

Pertama, jauhi aktivitas yang mendekati zina. Allah Swt. sebagai pencipta manusia pastinya persis tahu kelebihan dan keterbatasan yang dimilikinya, termasuk dalam urusan syahwat. Allah udah jelas kasih warning ke kita soal gimana kita bisa terjaga dari cinta dangkal yang berujung maksiat besar bernama zina. Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS al-Israa [17]: 32)

Tuh kan! Udah jelas Allah melarang kita untuk mendekati zina, dan pacaran itu tempat yang paling subur untuk aktivitas maksiat kayak gitu. Mulai dari sekadar pegangan tangan, terus merembet ke kissing, setelah itu dosa besar pun tak terhindarkan.

Kalau kita pengen cinta yang kita punya tetap cinta yang penuh anugerah ya harus bersih dari segala bentuk perilaku yang nyerempet zina. Tutup peluang nafsu syahwat untuk muncul dan menjerumuskan kita. Jangan pernah nantangin apa yang Allah udah warning.

Kedua, bekali diri dengan tsaqofah Islam. Supaya kita nggak salah jalan, bisa milih jalan yang tepat yang mana, pastinya kudu punya guidance alias tuntunan yang valid. Buat muslim nggak ada tuntunan yang lebih baik dan valid selain al-Quran dan sunnah Rasulullah saw.. Nah, untuk bisa memahami perintah dan larangan apa yang mana aja yang terkandung di dalamnya, kita kudu mau menggalinya, mempelajarinya. Nabi saw. bersabda: “Mencari ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR Ahmad dan Ibnu Majah)

Setiap kebaikan itu jalannya pasti berliku, Sis. Nggak gampang untuk nentuin skala prioritas yang “berbau pahala dan surga”. Hari gini gitu loh! Di tengah godaan kapitalisme yang membombardir, rasanya bikin jadwal ngaji jadi hal yang mubazir. Di tengah buaian hedonisme yang menghanyutkan, tekad untuk jadi muslimah cerdas dan peduli jadi gampang pudar lagi. Tapi, kita kudu kuat en tahan banting ngadepin itu semua. Biar kita selamat dan binar cinta sesungguhnya bisa kita dapat.

Ketiga, pilih-pilih temen gaul yang satu visi dan tujuan. Jalan terjal menuju kebenaran akan jadi ringan ditapaki kalau kita nggak sendiri. Ada sahabat yang bisa dijadikan andalan kala kita butuh masukan, nasihat. Ada kawan yang dengan segala ketulusan mau mengingatkan. Orang-orang yang seperti itu yang seharusnya bisa dipilih untuk jadi partner kita dalam memperbaiki diri. Orang-orang yang bisa jadi cermin buat kita. Bisa bikin kita dengan jelas ngeliat gimana diri kita sebenarnya. Syaratnya: 1. Sama-sama muslimah, 2. Tsaqofahnya oke. 3. Kepribadiannya juga oke.

Rasulullah saw. bersabda:”Seorang mukmin adalah cermin mukmin yang lain. Seorang mukmin adalah saudara mukmin yang lain, di mana saja ia bertemu dengannya, ia akan mencegah tindakan mencemari kehormatan saudaranya dan akan melindunginya dari baliknya.” (HR Abu Dawud dan Bukhari)

Cinta yang sebenarnya

Imam Bukhari meriwayatkan di shahihnya dari hadist Anas bin Malik r.a. Dia berkata: “Rasulullah saw. bersabda tentang apa yang beliau riwayatkan dari Rabnya. Dia berfirman : ‘….Jika Aku mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar. Aku menjadi matanya yang ia gunakan untuk memandang. Aku menjadi tangannya yang ia gunakan untuk memegang. Aku menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. DenganKu ia mendengar, denganKu dia memandang, denganKu dia memegang, denganKu dia berjalan. Seandainya ia meminta kepada Ku, niscaya Aku benar-benar memberikan kepadanya permintaanya, dan seandainya dia berlindung kepada Ku, niscaya Aku benar-benar melindunginya….”

Dari Anas r.a., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:”Ada tiga perkara, siapa saja yang memilikinya ia telah menemukan manisnya iman. Yaitu orang yang mencintai Allah dan RasulNya lebih dari yang lainnya, orang yang mencintai seseorang hanya karena Allah, dan orang yang tidak suka kembali kepada kukufuran sebagaimana dia tidak suka dilemparkan ke neraka.” (Mutafaq ‘alaih)

‘Kembang peradaban’

Peradaban manusia akan terus ada jika generasi pengganti secara konsisten lahir. Nggak mungkin generasi baru akan lahir jika bukan karena pertaruhan nyawa para wanita ketika melahirkan mereka. Dan, peradaban tersebut akan menjadi peradaban yang agung dan mulia jika generasi itu dilahirkan dan dididik oleh para wanita yang agung dan mulia pula.

Amanah besar itu diberikan oleh Allah kepada kita para kaum hawa. Untuk yang remaja bukan hal yang tabu untuk mulai berpikir dan merenungi hal ini.

Coba aja bayangin kalo sebagaian besar para cewek yang notabene calon ibu ternyata adalah para cewek yang gampang ngobral rasa cinta sehingga gampang dipermainkan. Aktivitas free sex jadi bukan hal yang aib yang mesti dijauhi benar-benar. Generasi macam apa yang bakal lahir dari para cewek kayak gitu? Generasi rusak. Peradaban yang ada pun peradaban rusak. Na’udzubillahi min dzalik.

Peran kaum hawa nggak bisa dianggap enteng. Di tangan kitalah kemuliaan itu bisa terpelihara. Makanya, bersegera yuk upgrade level ketaatan kita kepada Allah dan Rasulullah saw.. Ketaatan yang niscaya bakal membawa kita kepada cinta sesungguhnya. Ketaatan yang pastinya bakal menjadikan kita makhluk Allah yang sebenar-benarnya mulia yang ikut berperan menghadirkan kembali peradaban yang mulia. Jadilah ‘kembang peradaban’. Insya Allah. [nafiisahfb|http://nafiisahfb.co.cc]
Telegram-Button

buku tamu

hubungi kami

untuk servis maupun jasa pasang dapat menghubungi kontak

admin : fery sumanto

telp. : 0821-3566-2249
wa : 0821-3566-2249

Popular Posts

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.