Makna Syirik dan Pembagiannya
Syirik adalah seorang hamba menjadikan tandingan atau sekutu untuk Allah dalam masalah rububiyyah atau Uluhiyyah atau ‘Asma dan Shifat-Nya. Kesyirikan merupakan kedzaliman yang paling besar. (Tahdzib Tas-hil Aqidah Islamiyyah, Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz Al Jibrin, hal. 70)
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, saat memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar” ( QS. Luqman:13).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan, “Dan tidak ada perbuatan yang lebih jelek dan lebih jahat daripada seorang yang menyamakan Allah, Raja yang menjaga seluruh makhlukNya dengan makhluk yang berasal dari tanah. Menyamakan Allah yang mengatur segala urusan dengan makhluk yang tidak mengatur urusan sama sekali. Menyamakan Allah yang Maha sempurna dan Maha kaya dengan makhluk yang penuh kekurangan dan miskin dari segala sisi. Menyamakan Allah yang memberikan semua nikmat, baik berupa agama dan dunia, dengan makhluk yang tidak bisa memberikan nikmat walaupun sebesar dzarrah. Maka kedzaliman mana lagi yang lebih besar daripada perbuatan syirik?” (Taisir Karimirrahman, tafsir surat Luqman ayat 13)
Perbuatan syirik dibagi menjadi dua, yaitu syirik akbar dan syirik asghar.
Syirik asghar adalah setiap perbuatan kesyirikan yang disebutkan dalam dalil-dalil syariat, tetapi belum sampai derajat syirik akbar. (Tahdzib Tas-hil Aqidah Islamiyyah, hal. 70)
Definisi syirik asghar yang lain adalah sarana (perantara) yang akan mengantarkan kepada syirik akbar (Lihat Mutiara Faidah Kitab Tauhid, Ustadz Abu Isa, cetakan pustaka muslim, edisi revisi hal.36). Dinamakan syirik kecil karena perbuatan tersebut belum membatalkan iman, adapun dosanya tetap lebih besar daripada dosa besar yang lain, semisal membunuh, mencuri, berzina, atau durhaka kepada orang tua.
Perbedaan Syirik Akbar dan Syirik Asghar
Perbedaan antara syirik akbar dan syirik asghar, antara lain :
- Syirik akbar menyebabkan pelakunya murtad (keluar dari islam), sedangkan syirik asghar tidak, akan tetapi mengurangi kadar tauhidnya.
- Pelaku syirik akbar kekal di neraka, sedangkan pelaku syirik asghar terancam masuk neraka, tetapi tidak kekal.
- Syirik akbar menghapuskan pahala seluruh amal, sedangkan syirik asghar hanya menghapus amal yang tercampur dengan syirik tersebut.
- Pelaku syirik akbar boleh diperangi, sedangkan pelaku syirik asghar tidak boleh diperangi.
- Syirik akbar tidak diampuni dosanya, sedangkan syirik asghar memungkinkan untuk diampuni dosanya, menurut sebagian ulama.
Ancaman bagi pelaku syirik akbar dan syirik asghar tersebut berlaku apabila mereka tidak mau bertaubat sebelum matinya. (Mutiara Faidah Kitab Tauhid, hal.37)
Bentuk-bentuk Syirik Asghar
1. Riya’
Riya’ adalah memperlihatkan amalan ibadah kepada manusia atau memperbagus amalan di hadapan manusia agar dipuji. Termasuk di dalamnya adalah memperdengarkan amalan kepada orang lain agar mendapat pujian (sum’ah). Jika sesorang melakukan seluruh amalnya agar dipuji dan dilihat manusia, tidak sedikit pun mengharap wajah Allah, maka dia telah melakukan kemunafikan akbar dan syirik akbar yang mengeluarkannya dari agama islam. Sedangkan jika seseorang dalam ibadahnya diniatkan untuk Allah sekaligus di dalamnya terdapat riya’ agar dilihat manusia, maka dia terjatuh ke dalam syirik asghar yang mengurangi kadar tauhidnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kuberitahu tentang sesuatu yang lebih aku khawatirkan menimpa kalian daripada fitnah Dajjal? Para sahabat berkata, “Tentu saja”. Beliau bersabda, “Syirik yang tersembunyi, yaitu ketika sesorang berdiri mengerjakan shalat, dia perbagus shalatnya karena mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya “ (H.R Ahmad dalam Musnadnya, dinilai hasan oleh Syaikh Al Albani)
Demikian contoh riya’dalam shalat. Ibadah-ibadah yang lain juga memungkin tercampuri riya’.
2. Bersandar kepada Sebab
Yaitu tidak bertawakal kepada Allah Ta’ala. Tawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah Ta’ala setelah mengambil sebab-sebab yang diijinkan secara syari’at. Misalnya jika kita sakit, maka kita ke dokter (mengambil sebab), setelah itu kita menyerahkan kesembuhan kita kepada Allah. Apa yang dikehendaki Allah, pasti terjadi dan yang tidak dikehendakiNya tidak akan terjadi. Jika seorang bersandar kepada sebab disertai keyakinan sebab tersebut yang mendatangkan manfaat dan madharat, maka dia terjatuh kedalam syirik akbar. Namun, jika seorang bersandar kepada sebab dan meyakini bahwa Allah yang mendatangkan manfaat dan madharat, maka dia terjatuh ke dalam syirik asghar.
3. Tathoyur (Anggapan Sial)
Tathoyur adalah menganggap sial seseorang atau benda tertentu atau selainnya. Contohnya adalah apa yang dilakukan pada masa jahiliyyah, jika seorang akan bepergian maka dia melepaskan seekor burung dan mengamatinya. Jika burung tersebut terbang ke arah kanan, maka dianggap pertanda baik, sehingga orang tersebut melaksanakan niatnya untuk bepergian. Tetapi jika burung tersebut terbang ke arah kiri, maka dianggap pertanda buruk, sehingga dia mengurungkan niatnya untuk bepergian. Maka termasuk tathoyur adalah keyakinan sebagian masyarakat kita yang menganggap bulan Suro (Al Muharram) adalah bulan sial, dan keyakinan yang semisalnya. Jika seorang melakukan tathoyur disertai keyakinan sesuatu tersebut yang mendatangkan manfaat dan madharat, maka dia terjatuh ke dalam syirik akbar. Namun, jika melakukan tathoyur disertai keyakinan bahwa Allah yang mendatangkan manfaat dan madharat, maka dia terjatuh ke dalam syirik asghar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,” Thiyarah(tathoyur) adalah syirik, thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, Tirmidzi mengatakan hadits ini hadits hasan shahih).
4. Ruqyah Syirkiyah
Ruqyah adalah bacaan yang digunakan sebagai perlindungan untuk mengangkat bala’ atau menolaknya. Ruqyah syar’iyyah, bisa berupa dzikir dan do’a yang berasal dari Al Qur’an dan sunnah Nabi yang dibaca untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain untuk melindungi dari kejelekan dengan berbagai jenisnya. Dan disyaratkan dalam ruqyah syar’iyyah, adanya keyakinan bahwa ruqyah tersebut hanyalah sebagai sebab dari berbagai sebab yang disyariatkan, sedangkan manfaat dan kesembuhan ada di tangan Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Perlihatkanlah kepadaku ruqyah kalian, tidak mengapa ruqyah selama tidak ada unsur kesyirikan didalamnya”(HR. Muslim). Adapun ruqyah yang dilarang adalah ruqyah muharamah dan ruqyah syirkiyah. Disebut ruqyah muharamah jika bacaannya tidak diambil dari Al Qur’an dan hadits yang shahih, tetapi berupa mantra-mantra yang tidak dipahami maknanya. Jika meyakini bahwa ruqyah sebagai sebab yang mendatangkan manfaat dan menolak madharat dengan sendirinya, maka hukumnya syirik akbar.
5. Tamimah
Tamimah(jimat) adalah benda yang digantungkan atau dikalungkan pada anak kecil atau selainnya, yang digunakan untuk melindunginya dari bencana, baik untuk mengangkat bencana atau menolak bencana. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Barangsiapa menggantungkan tamimah(jimat), maka dia telah berbuat syirik”.(HR Ahmad dalam Musnadnya IV/154, Syeikh Al-Albani menshahikannya dalam Ash-Shahihah no.492). Tidaklah pantas seorang muslim menggantungkan dirinya kepada benda mati yang tidak bisa apa-apa, dengan meninggalkan Allah yang senantiasa melindungi hambaNya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung” (QS. Al Imran : 173)
6. Bersumpah dengan Nama Selain Allah
Sumpah adalah pengagungan terhadap nama yang digunakan untuk bersumpah. Semisal dengan perkataan, ‘Demi Kehormatanku’, ‘Demi cintaku padamu’, dan yang semisalnya. Maka, barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, berarti telah berbuat kesyirikan. Karena dia telah menjadikan tandingan bagi Allah ta’ala dalam pengagungan yang tidaklah layak ditujukan pengagungan tersebut, kepada selain Allah ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka di telah berbuat kekafiran atau berbuat syirik” (HR. Tirmidzi no. 1535, Al-Arnauth mengatakan hadist ini, shahih). Yang dimaksud disini adalah syirik asghar, karena orang yang bersumpah dengan selain nama Allah, walaupun dia tidak berniat mengagungkan selain Allah tersebut, tetapi bisa mengantarkannya untuk mengagungkan selain Allah tersebut dengan pengagungan yang berlebihan. Sehingga, jika orang yang bersumpah ini mengagungkan selain Allah itu dengan pengagungan yang sama dengan Allah atau bahkan lebih, maka dia telah terjatuh ke dalam syirik akbar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya Allah melarang kalian untuk bersumpah dengan nama nenek moyang kalian. Barangsiapa ingin bersumpah, maka bersumpahlah dengan nama Allah atau lebih baik diam” (HR. Al-Bukhari no. 5643, 6155, 6156 dan Muslim no. 3104).
7. Menyekutukan Allah dengan MakhlukNya dengan Perkataan ‘dan’ atau Semisalnya.
Yang dimaksud adalah tidak boleh mensejajarkan penyebutan Allah ta’ala dengan makhlukNya dalam perkara-perkara yang makhluq punya peran untuk terjadinya perkara tersebut. Perkataan ‘dan’ itu menunjukkan kesejajaran, bukan menunjukkan urutan atau tingkatan. Misalnya adalah perkataan ‘ini adalah kebaikan yang datang dari Allah dan anda’, atau ‘ini tidaklah terjadi kecuali karena kehendak Allah dan kehendak Anda’, ‘saya sembuh karena pertolongan Allah dan dokter’ dan semisalnya. Maka siapa yang telah mengucapkan kalimat-kalimat tersebut, dia telah terjerumus dalam syirik asghar. Karena Allah ta’ala sajalah yang mengatur alam semesta, makhluq hanya sebagai perantara saja, dalam terjadinya perkara tersebut. Sehingga, jika ingin menyebutkan peran makhluk, katakanlah ‘ini adalah kebaikan yang datang dari Allah kemudian dari anda’, dan semisalnya. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kamu mengatakan, ‘atas kehendak Allah dan kehendak si Fulan, tetapi atas kehendak Allah kemudian kehendak si fulan”. (HR. Abu Dawud no. 4980, Syeikh Al-Albani menshahikannya dalam Ash-Shahihah no. 137).
8. Mengaitkan Turunnya Hujan dengan Bintang
Semisal perkataan, ‘hujan turun karena bintang ini dan itu’. Jika seorang mengatakannya disertai keyakinan bahwa bintang tersebutlah yang menyebabkan hujan dengan sendirinya tanpa kehendak Allah, maka dia telah terjerumus kedalam syirik akbar. Dan jika seorang mengatakannya namun meyakini yang menurunkan hujan adalah Allah, bintang tersebut sebagai sebab saja, maka hukumnya syirik asghar. Karena dia telah menjadikan sebab yang tidak dijadikan Allah ta’ala sebagai sebab.
(Diringkas disertai perubahan dan tambahan dari kitab Tadzhib Tas-hil Aqidah Islamiyyah, hal 152-170).
Demikian sebagian dari bentuk-bentuk syirik asghar. Mudah-mudahan dengan mengenalnya, kita dapat menghindarinya sejauh-jauhnya. Sebagaimana perkataan shahabat Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu, “Dahulu manusia bertanya kepada Rasulullah tentang hal-hal yang baik, tapi aku bertanya kepada beliau tentang hal-hal yang buruk supaya keburukan itu jangan sampai menimpaku”. Ya Allah kami memohon perlindungan kepada-Mu jangan sampai kami menyekutukan-Mu dalam keadaan kami mengetahuinya dan kami memohon ampunan kepada-Mu untuk dosa yang tidak kami ketahui. Wa shallallahu ‘ala Muhammad, wa ‘ala alihi wa ashaabihi wa sallam.
At Tauhid edisi VIII/5
Oleh: Ferdiansyah Aryanto