Sebenarnya
yang harus kita nikmati dalam hidup ini adalah proses. Mengapa? Karena
yang bernilai dalam hidup ini ternyata adalah proses dan bukan hasil.
Kalau hasil itu Allah SWT yang menetapkan, tapi bagi kita punya
kewajiban untuk menikmati dua perkara yang dalam aktivitas sehari-hari
harus kita jaga, yaitu selalu menjaga setiap niat dari apapun yang kita
lakukan dan selalu berusaha menyempurnakan ikhtiar yang dilakukan,
selebihnya terserah Allah SWT.
Seperti para mujahidin yang berjuang membela bangsa dan agamanya,
sebetulnya bukan kemenangan yang terpenting bagi mereka, karena
menang-kalah itu akan selalu dipergilirkan kepada siapapun. Tapi yang
paling penting baginya adalah bagaimana selama berjuang itu niatnya
benar karena Allah SWT dan selama berjuang itu akhlaknya juga tetap
terjaga. Tidak akan rugi orang yang mampu seperti ini, sebab ketika
dapat mengalahkan lawan berarti dapat pahala, kalaupun terbunuh berarti
bisa jadi syuhada.
Ketika jualan dalam rangka mencari nafkah untuk keluarga, maka
masalah yang terpenting bagi kita bukanlah uang dari jualan itu, karena
uang itu ada jalurnya, ada rizkinya dari Allah SWT dan semua pasti
mendapatkannya. Karena kalau kita mengukur kesuksesan itu dari untung
yang didapat, maka akan gampang sekali bagi Allah SWT untuk memusnahkan
untung yang didapat hanya dalam waktu sekejap. Dibuat musibah
menimpanya, dikenai bencana, hingga akhirnya semua untung yang dicari
berpuluh-puluh tahun bisa sirna seketika.
Walhasil yang terpenting dari bisnis dan ikhtiar yang dilakukan
adalah prosesnya. Misal, bagaimana selama berjualan itu kita selalu
menjaga niat agar tidak pernah ada satu miligram pun hak orang lain yang
terambil oleh kita, bagaimana ketika berjualan itu kita tampil penuh
keramahan dan penuh kemuliaan akhlak, bagaimana ketika sedang bisnis
benar-benar dijaga kejujuran kita, tepat waktu, janji-janji kita penuhi.
Dan keuntungan bagi kita ketika sedang berproses mencari nafkah adalah
dengan sangat menjaga nilai-nilai perilaku kita.
Perkara uang sebenarya tidak usah terlalu dipikirkan, karena Allah
SWT Maha Tahu kebutuhan kita lebih tahu dari kita sendiri. Kita sama
sekali tidak akan terangkat oleh keuntungan yang kita dapatkan, tapi
kita akan terangkat oleh proses mulia yang kita jalani. Ini perlu
dicamkan baik-baik bagi siapa pun yang sedang bisnis bahwa yang termahal
dari kita adalah nilai-nilai yang selalu kita jaga dalam proses.
Termasuk ketika kuliah bagi para pelajar, kalau kuliah hanya
menikmati hasil ataupun hanya ingin gelar, bagaimana kalau meninggal
sebelum diwisuda? Apalagi kita tidak tahu kapan akan meninggal.
Karenanya yang paling penting dari perkuliahan, tanya dulu pada diri,
mau apa dengan kuliah ini? Kalau hanya untuk mencari isi perut, kata
Imam Ali, “Orang yang pikirannya hanya pada isi perut, maka derajat dia
tidak akan jauh beda dengan yang keluar dari perutnya”.
Kalau hanya ingin cari uang, hanya tok uang, maka asal tahu saja
penjahat juga pikirannya hanya uang. Bagi kita kuliah adalah suatu
ikhtiar agar nilai kemanfaatan hidup kita meningkat. Kita menuntut ilmu
supaya tambah luas ilmu hingga akhirnya hidup kita bisa lebih meningkat
manfaatnya. Kita tingkatkan kemampuan salah satu tujuannya adalah agar
dapat meningkatkan kemampuan orang lain. Kita cari nafkah sebanyak
mungkin supaya bisa mensejahterakan orang lain.
Dalam mencari rizki ada dua perkara yang perlu selalu kita jaga,
ketika sedang mencari kita sangat jaga nilai-nilainya, dan ketika dapat
kita distribusikan sekuat-kuatnya. Inilah yang sangat penting. Dalam
perkuliahan, niat kita mau apa nih? Kalau mau sekolah, mau kuliah, mau
kursus, selalu tanyakan mau apa nih? Karena belum tentu kita masih hidup
ketika diwisuda, karena belum tentu kita masih hidup ketika kursus
selesai.
Ah, Sahabat. Kalau kita selama kuliah, selama sekolah, selama
kursus kita jaga sekuat-kuatnya mutu kehormatan, nilai kejujuran, etika,
dan tidak mau nyontek lalu kita meninggal sebelum diwisuda? Tidak ada
masalah, karena apa yang kita lakukan sudah jadi amal kebaikan.
Karenanya jangan terlalu terpukau dengan hasil.
Saat melamar seseorang, kita harus siap menerima kenyataan bahwa
yang dilamar itu belum tentu jodoh kita. Persoalan kita sudah datang ke
calon mertua, sudah bicara baik-baik, sudah menentukan tanggal,
tiba-tiba menjelang pernikahan ternyata ia mengundurkan diri atau akan
menikah dengan yang lain. Sakit hati sih wajar dan manusiawi, tapi ingat
bahwa kita tidak pernah rugi kalau niatnya sudah baik, caranya sudah
benar, kalaupun tidak jadi nikah dengan dia. Siapa tahu Allah SWT telah
menyiapkan kandidat lain yang lebih cocok.
Atau sudah daftar mau pergi
haji, sudah dipotret, sudah manasik, dan sudah siap untuk berangkat,
tiba-tiba kita menderita sakit sehingga batal untuk berangkat. Apakah
ini suatu kerugian? Belum tentu! Siapa tahu ini merupakan nikmat dan
pertolongan dari Allah SWT, karena kalau berangkat haji belum tentu
mabrur, mungkin Allah SWT tahu kapasitas keimanan dan kapasitas keilmuan
kita.
Oleh sebab itu, sekali lagi jangan terpukau oleh hasil, karena
hasil yang bagus menurut kita belum tentu bagus menurut perhitungan
Allah SWT. Kalau misalnya kualifikasi mental kita hanya uang 50 juta
yang mampu kita kelola. Suatu saat Allah SWT memberikan untung satu
milyar, nah untung ini justru bisa jadi musibah buat kita. Karena setiap
datangnya rizki akan efektif kalau iman kitanya bagus dan kalau ilmu
kitanya bagus. Kalau tidak, datangnya uang, datangnya gelar, datangnya
pangkat, datangnya kedudukan, yang tidak dibarengi kualitas pribadi kita
yang bermutu sama dengan datangnya musibah.
Ada orang yang hina gara-gara dia punya kedudukan, karena
kedudukannya tidak dibarengi dengan kemampuan mental yang bagus, jadi
petantang-petenteng, jadi sombong, jadi sok tahu, maka dia jadi nista
dan hina karena kedudukannya. Ada orang yang terjerumus, bergelimang
maksiat gara-gara dapat untung. Hal ini karena ketika belum dapat untung
akan susah ke tempat maksiat karena uangnya juga tidak ada, tapi ketika
punya untung sehingga uang melimpah-ruah tiba-tiba dia begitu mudahnya
mengakses tempat-tempat maksiat.
Nah, Sahabat. Selalulah kita nikmati proses. Seperti saat seorang
ibu membuat kue lebaran, ternyata kue lebaran yang hasilnya begitu enak
itu telah melewati proses yang begitu panjang dan lama. Mulai dari
mencari bahan-bahannya, memilah-milahnya, menyediakan peralatan yang
pas, hingga memadukannya dengan takaran yang tepat, dan sampai
menungguinya di open. Dan lihatlah ketika sudah jadi kue, baru
dihidangkan beberapa menit saja, sudah habis. Apalagi biasanya tidak
dimakan sendirian oleh yang membuatnya. Bayangkan kalau orang membuat
kue tadi tidak menikmati proses membuatnya, dia akan rugi karena dapat
capeknya saja, karena hasil proses membuat kuenya pun habis dengan
seketika oleh orang lain. Artinya, ternyata yang kita nikmati itu bukan
sekedar hasil, tapi proses.
Begitu pula ketika ibu-ibu punya anak, lihatlah prosesnya. Hamilnya
sembilan bulan, sungguh begitu berat, tidur susah, berbaring sulit,
berdiri berat, jalan juga limbung, masya Allah. Kemudian saat
melahirkannya pun berat dan sakitnya juga setengah mati. Padahal setelah
si anak lahir belum tentu balas budi. Sudah perjuangan sekuat tenaga
melahirkan, sewaktu kecil ngencingin, ngeberakin, sekolah ditungguin,
cengengnya luar biasa, di SD tidak mau belajar (bahkan yang belajar,
yang mengerjakan PR justru malah ibunya) dan si anak malah jajan saja,
saat masuk SMP mulai kumincir, masuk SMU mulai coba-coba jatuh cinta.
Bayangkanlah kalau semua proses mendidik dan mengurus anak itu
tidak pakai keikhlasan, maka akan sangat tidak sebanding antara balas
budi anak dengan pengorbanan ibu bapaknya. Bayangkan pula kalau menunggu
anaknya berhasil, sedangkan prosesnya sudah capek setengah mati seperti
itu, tiba-tiba anak meninggal, naudzhubillah, apa yang kita dapatkan?
Oleh sebab itu, bagi para ibu, nikmatilah proses hamil sebagai
ladang amal. Nikmatilah proses mengurus anak, pusingnya, ngadat-nya, dan
rewelnya anak sebagai ladang amal. Nikmatilah proses mendidik anak,
menyekolahkan anak, dengan penuh jerih payah dan tetesan keringat
sebagai ladang amal. Jangan pikirkan apakah anak mau balas budi atau
tidak, sebab kalau kita ikhlas menjalani proses ini, insya Allah tidak
akan pernah rugi. Karena memang rizki kita bukan apa yang kita dapatkan,
tapi apa yang dengan ikhlas dapat kita lakukan. Wallahu a’lam
bish-shawab (RAP)
sumber:sahabatdarihati.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar