Oleh : M. Faudzil `Adhim
Di
antara tanda-tanda kekuasaan Allah, ialah diciptakannya
pasangan-pasanganmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung padanya.
Dan Allah menjadikan di antara kalian perasaan tenteram dan kasih
sayang. Pada yang demikian ada tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum
yang berfikir.
Ketika tiba masa usia
aqil baligh, maka perasaan ingin memperhatikan dan diperhatikan lawan
jenis begitu bergejolak. Banyak perasaan aneh dan bayang-bayang suatu
sosok berseliweran tak karuan. Kadang bayang-bayang itu menjauh tapi
kadang terasa amat dekat. Kadang seorang pemuda bisa bersikap acuh pada
bayang-bayang itu tapi kadang terjebak dan menjadi lumpuh. Perasaan sepi
tiba-tiba menyergap ke seluruh ruang hati. Hati terasa sedih dan hidup
terasa hampa. Seakan apa yang dilakukannya jadi sia-sia. Hidup tidak
bergairah. Ada setitik harapan tapi berjuta titik kekhawatiran justru
mendominasi.
Perasaan semakin tak menentu ketika
harapan itu mulai mengarah kepada lawan jenis. Semua yang dilakukannya
jadi serba salah. Sampai kapan hal ini berlangsung? Jawabnya ada pada
pemuda itu sendiri. Kapan ia akan menghentikan semua ini. Sekarang, hari
ini, esok, atau tahun- tahun besok. Semakin panjang upaya penyelesaian
dilakukan yang jelas perasaan sakit dan tertekan semakin tak terperikan.
Sebaliknya semakin cepat / pendek waktu penyelesaian diupayakan,
kebahagiaan & kegairahan hidup segera dirasakan. Hidup menjadi lebih
berarti & segala usahanya terasa lebih bermakna.
Penyelesaian
apa yang dimaksud? Menikah! Ya menikah adalah alat solusi untuk
menghentikan berbagai kehampaan yang terus mendera. Lantas kapan?
Bilakah ia bisa dilaksanakan? Segera! Segera di sini jelas berbeda
dengan tergesa- gesa. Untuk membedakan antara segera dengan tergesa-
gesa, bisa dilihat dari dua cara :
Pertama,
tanda-tanda hati. Orang yang mempunyai niat tulus, kata Imam Ja’far,
adalah dia yang hatinya tenang, sebab hati yang tenang terbebas dari
pemikiran mengenai hal-hal yang dilarang, berasal dari upaya membuat
niat murni untuk Allah dalam segala perkara. Kalau menyegerakan menikah
karena niat yang jernih, Insya Allah hati akan merasakan sakinah, yaitu
ketenangan jiwa saat menghadapi masalah-masalah yang harus diselesaikan.
Kita merasa yakin, meskipun harapan & kekhawatiran meliputi dada.
Lain lagi dengan tergesa-gesa. Ketergesaan ditandai oleh perasaan tidak
aman & hati yang diliputi kecemasan yang memburu.
Kedua, tanda-tanda
perumpamaan. Ibarat orang bikin bubur kacang hijau, ada beberapa bahan
yang diperlukan. Bahan paling pokok adalah gula & kacang hijau. Jika
gula & kacang hijau dimasukkan air kemudian direbus, maka akan
didapati kacang hijau tidak mengembang. Ini namanya tergesa-gesa. Kalau
gula baru dimasukkan setelah kacang hijaunya mekar ini namanya
menyegerakan. Tapi kalau lupa, tidak segera memasukkan gula setelah
kacang hijaunya mekar cukup lama orang akan kehilangan banyak zat gizi
yang penting.
Dari Abu Hurairah r.a,
Rasulullah bersabda : “Tiga orang yang selalu diberi pertolongan Allah
adalah seorang mujahid yang selalu memperjuangkan agama Allah, seorang
penulis yang selalu memberi penawar & seorang yang menikah untuk
menjaga kehormatannya” (HR Thabrani)
Banyak
jalan yang dapat menghantarkan orang kepada peminangan &
pernikahan. Banyak sebab yang mendekatkan dua orang yang saling jauh
menjadi suami istri yang penuh barakah & diridhai Allah. Ketika niat
sudah mantap & tekad sudah bulat, persiapkan hati untuk melangkah
ke peminangan. Dianjurkan, memulai lamaran dengan hamdalah & pujian
lainnya kepada Allah SWT. Serta Shalawat kepada Rasul-Nya. Abu Hurairah
r.a. menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : “Setiap perkataan yang tidak dimulai dengan bacaan hamdalah, maka hal itu sedikit barakahnya (terputus keberkahannya)” HR Abu Daud, Ibnu Majah & Imam Ahmad.
Setelah
peminangan disampaikan, biarlah pihak wanita & wanita yang
bersangkutan untuk mempertimbangkan. Sebagian memberikan jawaban segera,
sebelum kaki bergeser dari tempat berpijaknya, sebab menikah
mendekatkan kepada keselamatan akhirat, sedang calon yang datang sudah
diketahui akhlaqnya, sebagian memerlukan waktu yang cukup lama untuk
bisa memberi kepastian apakah pinangan diterima atau ditolak, karena
pernikahan bukan untuk sehari dua hari.
Apapun,
serahkan kepada keluarga wanita untuk memutuskan. Mereka yang lebih tahu
keputusan apa yang terbaik bagi anaknya. Anda harus husnudzan pada
mereka. Bukankah ketika meminang wanita berarti anda mempercayai wanita
yang diharapkan oleh anda beserta keluarganya.
Keputusan
apapun yang mereka berikan, sepanjang didasarkan atas musyawarah yang
lurus, akan baik dan Insya Allah memberi akibat yang baik bagi anda.
Tidak kecewa orang yang istikharah & tidak merugi orang yang
musyawarah. Maka apapun hasil musyawarah, sepanjang dilakukan dengan
baik, akan membuahkan kebaikan. Sebuah keputusan tidak bisa disebut
buruk atau negatif, jika memang didasarkan kepada musyawarah yang
memenuhi syarat, hanya karena tidak memberi kesempatan kepada anda untuk
menjadi anggota keluarga mereka. Jika niat anda memang untuk
silaturrahim, bukankah masih tersedia banyak peluang untuk menyambung?
Anda
telah meminangnya dengan hamdalah, anda telah dimampukan datang oleh
Allah Yang Maha Besar. Dia-lah Yang Maha Lebih Besar. Semuanya kecil.
Ada pelajaran yang sangat berharga dari Bilal bin Rabbah tentang
meminang. Ketika ia bersama Abu Ruwaihah menghadap kabilah Khaulan,
Bilal mengemukakan : “Jika pinangan kami anda terima, kami ucapkan
Alhamdulillah. Dan kalau anda menolak, maka kami ucapkan Allahu Akbar.”
Maka, kalau pinangan yang anda sampaikan ditolak, agungkan Allah, semoga
anda tetap berbaik sangka kepada Allah & juga kepada keluarganya.
Sebab bisa jadi, penolakan merupakan jalan pensucian jiwa dari
kedzaliman diri sendiri, bisa jadi penolakan merupakan proses untuk
mencapai kematangan, kemantapan & kejernihan niat. Sementara ada
banyak hal yang dapat mengotori niat. Bisa jadi Allah hendak mengangkat
derajat anda, kecuali anda justru malah merendahkan diri sendiri. Tapi
hati perlu diperiksa, jangan-jangan perasaan itu muncul karena ujub.
Kekecewaan,
mungkin saja timbul. Barangkali ada perasaan yang perih, barangkali
juga ada yang merasa kehilangan rasa percaya diri saat itu. Ini
merupakan reaksi psikis yang wajar, kecewa adalah perasaan yang
manusiawi, tetapi ia harus diperlakukan dengan cara yang tepat agar ia
tidak menggelincirkan ke jurang kenistaan yang sangat gelap. Kecewa
memang pahit. Orang sering tidak tahan menanggung rasa kecewa, mereka
berusaha membuang jauh-jauh sumber kekecewaan. Sekilas nampak tidak ada
masalah, tetapi setiap saat berada dalam kondisi rawan. Perasaan itu
mudah bangkit lagi dengan rasa sakit yang lebih perih. Dan yang demikian
tidak dikehendaki Islam. Islam menghendaki kekecewaan itu menghilang
perlahan-lahan secara wajar. Sehingga kita bisa mengambil jarak dari
sumber kekecewaan dengan tidak kehilangan obyektivitas & kejernihan
hati, kita menjadi lebih tegar, meskipun proses yang dibutuhkan untuk
menghapus kekecewaan lebih lama.
Kalau anda merasa
kecewa, periksalah niat anda. Dibalik yang dianggap baik, mungkin ada
niat yang tidak lurus. Periksalah motif-motif yang melintas dalam batin.
Selama peminangan hingga saat menunggu jawaban. Kemudian biarkan hati
memproses secara wajar sampai menemukan kembali ketenangan secara
mantap.
Tetapi kalau jawaban yang diberikan oleh
keluarga wanita sesuai harapan, berbahagialah sejenak. Bersyukurlah.
Insya Allah kesendirian yang dialami dengan menanggung rasa sepi
sebentar lagi akan menghapus kepenatan selama di luar rumah. Insya Allah
sebentar lagi.
Tunggulah beberapa saat. Setelah
tiba masanya, halal bagi anda untuk melakukan apa saja yang menjadi hak
anda bersamanya. Akan tiba masanya anda merasakan kehangatan cintanya.
Kehangatan cinta wanita yang telah mempercayakan kesetiaannya kepada
anda. Setelah tiba masanya, halal bagi anda untuk menemukan pangkuannya
ketika anda risau.
Selama menunggu, ada kesempatan
untuk menata hati. Melalui pernikahan Allah memberikan banyak keindahan
& kemuliaan. Wanita boleh menawarkan Islam memberikan penghormatan
yang suci kepada niat & ikhtiar untuk menikah. Nikah adalah masalah
kehormatan agama, bukan sekedar legalisasi penyaluran kebutuhan biologis
dengan lawan jenis. Islam memperbolehkan kaum wanita untuk menawarkan
dirinya kepada laki-laki yang berbudi luhur, yang ia yakini kehormatan
agamanya, dan kejujuran amanahnya menjadi suaminya. Dan Khadijah r.a
atas teladan bagi wanita yang bermaksud untuk menawarkan diri.
Sikap
menawarkan diri menunjukkan ketinggian akhlaq & kesungguhan untuk
mensucikan diri. Sikap ini lebih dekat kepada ridha Allah & untuk
mendapatkan pahala-Nya, Allah pasti mencatatnya sebagai kemuliaan &
mujahadah yang suci. Tidak peduli tawarannya diterima atau ditolak,
terutama kalau ia tidak mempunyai wali. Insya Allah, jika sikap
menawarkan diri dilakukan dengan ketinggian sopan santun, tidak akan
menimbulkan akibat kecuali yang maslahat. Seorang laki-laki yang
memiliki pengetahuan yang mendalam pasti akan meninggikan penghormatan
seperti ini, kecuali laki-laki yang rendah & tidak memiliki
kehormatan, kecuali sekedar apa yang disangkanya sebagai kebaikan.
Imam
Bukhari menceritakan cerita dari Anas r.a ada seorang wanita yang
datang menawarkan diri kepada Rasulullah SAW dan berkata : “Ya
Rasulullah! Apakah baginda membutuhkan daku?” Putri Anas yang hadir
& mendengarkan perkataan wanita itu mencela sang wanita yang tidak
punya harga diri & rasa malu, “Alangkah sedikitnya rasa malunya,
sungguh memalukan, sungguh memalukan.” Anas berkata kepada putrinya :
“Dia lebih baik darimu, Dia senang kepada Rasulullah SAW lalu dia
menawarkan dirinya untuk beliau!” (HR Bukhari).
Sumber : dudung.net
0 komentar:
Posting Komentar